Menu

Rabu, 07 Mei 2025

BAGIAN 2

MENUJU JALAN KEFITRAHAN
(Bagian 2)


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Saudaraku...!

Hari ini Kamis 10 Dzulqaidah  1446 H /8 Mei 2025 

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Saudaraku...!

Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.

Saudaraku...!

Hakikat kembali kepada fitrah sesungguhnya sama kembali kepada jati diri sendiri, yaitu suasana jiwa yang suci yang menjelma dalam pemeliharaan kembali ke Tauhid (Ideologi), kembali kepada Ketundukan dan Penghambaan (Pengabdian), serta pemeliharaan kesucian diri sebagai hamba Tuhan yang Maha Pengasih. Jika sekiranya di akhir bulan Ramadhan kita merayakan Idul Fitri, tentu maknanya kesiapan untuk menjadikan momentum Ramadhan yang telah berlalu sebagai proses pembersihan diri dan kesadaran akan urgensi kembali kepada fitrah manusia. Tidaklah berlebihan hakikat kembali kepada fitrah itu diwujudkan dalam bentuk mengokohkan tauhid, mempunyai komitmen kesucian ibadah dan pengabdian terhadap bangsa, dan memiliki sifat yang terpuji.

Saat di bulan Ramadhan merupakan momentum yang tepat mengokohkan nilai-nilai tauhid, dan mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk kembali kepada-Nya, Ramadhan telah mengajarkan kita agar berpuasa semata-mata hanya ingin mengharapkan balasan Allah SWT., sebab bagaimana pun hanya Allah-lah yang akan membalas ibadah puasa yang kita laksanakan, sehingga puasa yang dilakoni tanpa ada tendius selain mengharap balasan dari Allah. Allah SWT. dalam hadis Qudsi berfirman sebagaimana dikuatkan dari periwayatan Muslim dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :

"Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya."

Momentum Idul Fitri ini, mari kita Mengokohkan Tauhid, yang dengannya akan senantiasa terjaga Fitrah Kehambaan (Hanif) yang lurus, kita akan dijauhkan dari sikap menghinakan diri kepada makhluk. Dengan kekuatan Tauhid, orang yang kaya akan menjaga fitrah dirinya sehingga tidak sombong dan angkuh, dengannya pula orang miskin akan tegar mengarungi ujian hidupnya dan tidak berputus asa. Denganya orang yang berilmu tidak merasa hebat dan pintar, dengannya orang yang bodoh harus tidak harus tetap dalam bingkai ketidak tahuannya. Dengannya seorang pemimpin akan melayani dan mengayomi rakyatnya, dengannya rakyat harus taat kepada pemimpinnya.

Semua kita harus menyadari begitu banyak kekurangan yang telah kita lakukan. karena sibuk berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan seumur hidup bekerja keras dan banting tulang hanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang kita cintai, kita senantiasa menghabiskan hampir waktu siang dan malam hingga meninggalkan shalat dan puasa. Keadaan ini telah menjadikan kita seolah lemah keimanan hingga boleh jadi sampai pada titik taraf tauhid yang sangat lemah bahkan sampai menjurus ke perbuatan musyrik. Andaikan suasana seperti ini terus berlanjut dan hanya berlalu tanpa harus bertobat, sudah dapat dipastikan kita akan semakin jauh dari fitrah kita.

Oleh karena manusia awalnya suci maka sangat wajar sikap dan sifat manusia pun seharusnya menunjukkan sikap dan sifat yang suci, terutama terhadap sesama manusia.  Bukan kah ada ungkapan mengatakan manusia itu suci dan berbuat suci kepada sesamanya berbentuk amal saleh. Fitrah terkait dengan hanif artinya suatu sifat dalam diri kita yang cenderung memihak kepada kebaikan dan kebenaran. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda :

“Kebajikan ialah sesuatu yang membuat hati dan jiwa tenang. Dan dosa ialah sesuatu yang terasa tak karuan dalam hati dan terasa bimbang di dada” (HR  Ahmad).

Maksud Dosa dalam hadist ini adalah, sesuatu yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani. Oleh karena itu hidup harus digunakan untuk mencari dan menegakkan kebenaran dengan Tulus dan Ikhlas, tanpa  semangat golongan atau kelompok, diiringi dengan musliman yaitu pasrah kepada Allah SWT. di atas telah disampaikan bahwa agama yang benar tidak lain adalah asal kesucian manusia itu sendiri yaitu Fitrah. sesuai firman Allah Surat Ar Rum ayat 30 

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ

Artinya :  Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Ar Rum ayat 30 )

Zaman boleh berubah, tahun boleh berganti, milenium boleh bertukar, tetapi manusia tetap sama selama-lamanya, sesuai dengan desain Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang selalu merindukan kebenaran dan akan merasa tentram hidupnya apabila mendapatkan kebenaran itu. Sebaliknya kalau tidak mendapatkan sudah sewajarnya resah dan gelisah. Tepat sekali ayat mengatakan  bahwa diin (agama) yang benar ialah kemanusian primordial artinya sesuatu yang asli, yang berasal dari pokok atau pangkal diciptakan. Idul Fitri adalah Hari Raya untuk merayakan kembalinya fitrah, setelah hilang dan diketemukan kembali atau berhasil diketemukan. Hal itu karena adanya ibadah puasa yang berintikan latihan menahan diri dari godaan-godaan, seperti dilambangkan dengan makan dan minum serta Hubungan Biologis.

Adanya balasan pahala dari puasa  tentunya tidak tergantung seberapa jauh kita Lapar dan Haus. Melainkan tergantung pada, apakah kita menjalankannya dengan rasa iman dan penuh perhitungan atau adanya instrospeksi diri atau tidak. Bukti lebih jauh bahwa pahala puasa  tidak tergantung pada seberapa jauh kita lapar dan haus adalah disunahkan berbuka puasa sesegera mungkin yang dalam istilah agama disebut ta’jil. Jadi mensegerakan buka puasa, makin besar pahalanya. Sedangkan sahur disunatkan mentakhirkannya, karena semakin akhir sahur kita semakin besar pula pahalanya.

Hal ini suatu bukti ternyata Allah tidak menghendaki kita tersiksa, tetapi Dia menghendaki agar kita melatih menahan diri dari godaan-godaan yang terkadang menjerumuskan kepada kesesatan. Maka pahala ibadah puasa tergantung kepada seberapa jauh kita bersungguh-sungguh melatih menahan diri, melatih untuk tidak tergoda, sebab salah satu kelemahan manusia memang terkadang tidak bisa menahan diri. Al Qur’an menyebutkan di antara kelemahan manusia  cara pandangannya yang pendek, sebagaimana firman-Nya : (QS. Al Qiyamah : 20-21)

كَلَّا بَلْ تُحِبُّوْنَ الْعَاجِلَةَۙ

20, Sekali-kali janganlah demikian, sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia (QS. Al Qiyamah : 20)

وَتَذَرُوْنَ الْاٰخِرَةَۗ

21. dan mengabaikan (kehidupan) akhirat (QS. Al Qiyamah : 21)

Sudah dapat dipastikan manusia gampang tergoda, menganggap sesuatu yang sepintas lalu adalah menyenangkan dan menarik, kemudian mengambilnya, padahal nanti dibelakang hari akan membawa malapetaka. Jadi sesungguhnya dosa tidak lain adalah sesuatu yang dalam jangka pendek membawa kesenanngan tetapi dalam jangka panjang membawa kehancuran dan kesengsaraan. Ini hanya contoh sederhana efek kelemahan manusia yang tidak sanggup melihat akibat perbuatannya dalam jangka panjang, lebih tertarik pada akibat-akibat jangka pendek. Ingin kaya tetapi harus cepat, maka jalan pintas pun diambil, korupsi, kolusi, nepotisme, mencuri, menipu, berjudi, membunuh, merampok, menjalankan bisnis narkoba, prostitusi dan lain sebagainya.

Manusia lahir dalam fitrah dengan demikian berarti wajib hidup dalam kesucian dan harus istiqomah dalam kefitrahan itu. Akan tetapi karena kelemahannya terlalu mudah tergoda dan tergiur, sedikit demi sedikit menumpuk debu-debu dosa dan menutup hati kita sehingga menjadi gelaplah hati. Padahal semula hati kita itu terang di bawah cahaya nur Ilahi mampu memantulkan sinar kebaikan. Itulah sebabnya hati disebut Nurani yang berarti Cahaya. Tapi lama kelamaan menjadi gelap gulita karena selalu dikotori debu dan dosa, akibatnya hati menjadi Zhulmani alias Gelap tidak bisa menerima yang hak.

Untuk itu Allah telah menyediakan bulan Ramadhan untuk berpuasa, supaya kita dapat mensucikan diri, sehingga dapat dikatakan hakikat Ramadhan adalah kembali menjadi suci. Oleh karena itu puasa bukan saja bulan suci tetapi bulan pensucian. Kalau kita berhasil menjalankan ibadah puasa dengan iman yaitu  percaya kepada Allah SWT. dan ihtisab yang berarti mawas diri, menghitung diri sendiri atau instrospeksi, kesempatan bertanya dengan jujur siapa kita ini sebenarnya, apakah betul kita ini sudah banyak berbuat baik, maka Allah akan mengampuni dosa dan kesalahan kita yang telah berlalu, sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda :

“Barang siapa berpuasa ramadhan karena Iman dan Ihtisab, niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu”

Andaikan kita berhasil berpuasa dengan dasar Iman dan Ihtisab, maka seluruh dosa kita yang lalu akan diampuni oleh Allah SWT. Dan konsekwensinya pada waktu kita selesai berpuasa yaitu pada tanggal 1 Syawal, kita ibarat dilahirkan kembali dari rahim Ibu Kita. Itulah yang kita rayakan kembali suci, kembalinya fitrah kepada kita, dan kita pun harus tampil sebagai manusia Suci dan Baik, sebaik-baiknya kepada sesama manusia, juga sebaik-baiknya kepada sesama makhluk. Tidaklah berlebihan semangat Idul Fitri yang kemudian kita ucapkan Minal Aidin Wal Faizin, semoga kita semuanya termasuk orang yang kembali ke fitrahnya dan sukses serta memperoleh kebahagiaan. Idul Fitri wujud hari kembalinya manusia kepada Allah SWT. dengan kesucian. Kita senantiasa harus berusaha kembali kepada-Nya dengan kesucian, karena setiap yang bernafas pasti akan kembali kepada-Nya.

Pasca ditinggal bulan Ramadhan jangan membuat kita gembira, karena tidak ada jaminanya kita mendapatinya di tahun yang akan datang. Padahal boleh jadi kita adalah orang-orang yang gagal dalam mempergunakan kesempatan di bulan Ramadhan ini. Hal itu bisa dilihat dengan semakin bertambah buruknya prilaku dan akhlak kita, semakin lemahnya kita dalam beribadah, semakin lemahnya dalam menahan amarah, semakin lemahnya menahan diri dari menyakiti orang lain, semakin lemahnya dalam menghargai orang lain, semakin lemahnya sikap menghargai orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, semakin lemahnya kita dari memperbaiki silaturahim baik dengan saudara maupun dengan tetangga. Hanya karena merasa diri lebih baik dari orang lain maka tidak pantas kiranya kita bertegur sapa dengan orang-orang yang levelnya (mungkin) kita anggap lebih rendah dari kita. Padahal kemulian dan level seseorang bukan dilihat dari sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan sejauh mana hatinya tertambat kepada Allah SWT.

Kegagalan demi kegagalan dalam mempergunakan kesempatan setiap bulan Ramadhan, harusnya membuat kita menyadari betapa bergelimangnya diri ini dari dosa dan kedurhakaan kepada Allah SWT. Bagaimana kita tak akan sedih seandainya Allah SWT membukakan catatan amaliyah kita selama Ramadhan dari tahun ke tahun ternyata tidak beranjak dari angka standar puasa, yaitu senilai lapar dan hausnya saja, dan pahala yang lainnya tak lebih dari sekedar menggugurkan kewajiban saja.

Rangkain ibadah Ramadhan seyogyanya membuat kita meraih kesucian fitrahnya itu. Karena berbagai amaliyah kebaikan dapat membimbing dan mengarahkan para pelakunya memperoleh hasil yang positif dan kegembiraan. Ingatkah kita bahwa apapun ibadah yang dilakukan, sekecil apapun amaliyah tersebut membuat kita semakin memiliki nilai-nilai terbaik dalam prilaku dan akhlak. Lalu seandainya amaliyah tersebut tidak menjadikan kita semakin bertambah baik dalam prilaku dan akhlak maka sesungguhnya hal itu semakin membuat kita semakin bertambah  jauh dari Allah SWT. Karena itu agar memperoleh Kesucian Fitrah tersebut, maka beberapa hal yang bisa kita lakukan, yaitu dengan cara memperbaiki kembali hubungan kita dengan Allah, dengan Orang Tua, dengan Tetangga, dan dengan Saudara, baik Saudara sedarah atau Saudara seagama.

Demikian juga dengan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku positif selama bulan Ramadhan senantiasa dilakukan pada bulan-bulan berikutnya seperti Tilawah Qur'an, 'Itikaf, Shalat Malam (Shalat Taubah, Tahajud, Shalat Hajat) serta amalan-amalan sunnah lainnya, tetap dilakukan dengan Ikhlas dan semata-mata untuk mendapatkan Ridho Illahi Robbi. 

Apa yang tertinggal dalam diri Kita setelah Ramadhan berlalu?

Bekas-bekas Kebaikan apa yang terlihat pada diri Kita setelah keluar dari madrasah bulan Puasa?

Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) Rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan.

Maka beliau menjawab :

“Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang Shaleh adalah orang yang Rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh”.

Demi Allah, inilah hamba Allah Ta’ala  yang sejati, yang selalu menjadi hamba-Nya di setiap Tempat dan Waktu, bukan hanya di waktu dan tempat tertentu (hanya di bulan Ramadhan).

Kita tidak hanya membutuhkan dan mengharapkan Rahmat Allah Ta’ala di bulan Ramadhan, tetapi kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan Rahmat Allah di bulan-bulan lainnya?

Semoga tulisan singkat ini ada mamfaatnya. 

Tiada hari yang paling indah selain hari-hari di bulan Ramadhan, jadikanlah diri kita sebagai Pemenang di setiap menyambut Hari Raya Idul Fitri.

(Dikutif oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali Dalam Kitab “Latha-Iful Ma’aarif” Hal. 313)

Demikian sedikit tulisan yang Allah mudahkan bagi kami untuk menyusunnya, semoga bermanfaat bagi penulis dan juga segenap pembaca.

Wallahu'Alam Bishshowab

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah...

Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a :

Yaa Allah...

Kami memohon KepadaMu :

Karuniakanlah kami Umur Panjang yang Berkah...Iman yang Sempurna, Ilmu yang Bermanfaat, Rizki yang Halalan Thoyiban, Anak yang Sholeh dan Sholehah, Keluarga yang Bahagia, Do'a yang Mustajab, Kesehatan yang Berkesinambungan, Keselamatan dan Kesejahteraan di Dunia dan Akherat serta Ridhailah Semua Ibadah Kami

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَقِيَمَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَتِلَاوَتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ 

🙏🙏

Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar