Menu

Jumat, 02 Mei 2025

Bagian Satu

CARA MENGATASI KEMALASAN DALAM IBADAH: PANDUAN ISLAMI BERDASARKAN DALIL SHAHIH
(Bagian Satu)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Saudaraku....!

Hari ini Sabtu  5 Dzulqaidah  1446 H /3 Mei 2025

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Saudaraku...!

Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.

Hadirin yang dirahmati Allah....

Kemalasan adalah salah satu penghalang terbesar dalam menjalankan ibadah dan meraih kesuksesan dunia serta akhirat. Dalam Al-Qur’an, Allah mencela orang-orang munafik yang malas dalam shalat dan hanya melakukannya untuk pamer.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan doa agar terhindar dari kelemahan dan kemalasan. Artikel ini akan membahas penyebab, dampak, serta solusi Islami untuk mengatasi kemalasan agar kita lebih bersemangat dalam beribadah.

Allah mencela kemalasan dalam ibadah, terutama dalam shalat, karena merupakan salah satu ciri orang munafik.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً

Artimya : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, padahal Dialah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka melakukannya dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia, dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)

Allah juga berfirman,

وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَ يَأْتُونَ الصَّلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ

Artimya : “Dan tidak ada yang menghalangi diterimanya infak mereka, kecuali karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan malas, dan mereka tidak berinfak kecuali dengan rasa terpaksa.” (QS. At-Taubah: 54)

Kemalasan ini bukan sekadar tindakan fisik, tetapi juga menunjukkan kurangnya keyakinan terhadap pahala dan siksa, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ath-Thabari rahimahullah.

Imam Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan, “Adapun firman Allah ‘Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka melakukannya dengan malas’ (QS. An-Nisa: 142), ini menunjukkan bahwa orang-orang munafik tidak melakukan amal-amal yang diwajibkan Allah kepada orang-orang beriman dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya. Hal ini karena mereka tidak meyakini adanya kehidupan setelah mati, pahala, maupun hukuman. Mereka hanya melakukan amal-amal lahiriah demi melindungi diri mereka sendiri dan karena takut kepada kaum mukminin agar tidak dibunuh atau dirampas hartanya. 

Oleh karena itu, ketika mereka melaksanakan shalat—yang merupakan kewajiban lahiriah—mereka melakukannya dengan malas dan hanya untuk pamer di hadapan orang-orang beriman, agar mereka disangka termasuk dalam golongan mereka, padahal sebenarnya tidak. Mereka tidak meyakini kewajiban shalat, sehingga ketika melaksanakannya, mereka melakukannya dengan malas.” (Tafsir Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan)

Selain menjadi ciri kemunafikan, kemalasan juga dipengaruhi oleh gangguan setan yang menghalangi seseorang untuk bangun beribadah di waktu malam.Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ – إِذَا هُوَ نَامَ – ثَلَاثَ عُقَدٍ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ: عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ.

Artimya :  “Setan mengikat tiga simpul di bagian belakang kepala seseorang ketika ia tidur. Setiap simpul ia pukul seraya berkata: ‘Malam masih panjang, tidurlah!’ Jika orang tersebut bangun lalu berdzikir kepada Allah, maka terlepaslah satu simpul. Jika ia berwudhu, maka terlepaslah satu simpul lagi. Jika ia kemudian melaksanakan shalat, maka terlepaslah seluruh simpul tersebut. Akhirnya, ia akan bangun dalam keadaan bersemangat dan jiwa yang baik. Namun, jika tidak, maka ia akan bangun dalam keadaan jiwa yang buruk dan malas.” (HR. Bukhari)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  ‘Jika tidak, maka ia akan bangun dalam keadaan jiwa yang buruk dan malas’ maksudnya adalah karena masih ada simpul-simpul setan yang mengikatnya, serta pengaruh dari gangguan dan dominasi setan atas dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa siapa saja yang tidak melakukan tiga hal ini—yaitu berdzikir, berwudhu, dan shalat—maka ia termasuk orang yang bangun dalam keadaan jiwa yang buruk dan malas.” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim)

Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa khusus untuk meminta perlindungan dari sifat malas, bersama dengan kelemahan dan berbagai keburukan lainnya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ، وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ، وَالهَرَمِ، وَالبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ.

Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, ketakutan, kepikunan, dan kekikiran. Aku juga berlindung kepada-Mu dari azab kubur serta dari fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Qanuji rahimahullah berkata,

قِيلَ: مَنْ دَامَ كَسَلُهُ خَابَ أَمَلُهُ

Artimya : “Dikatakan: Barang siapa terus-menerus dalam kemalasan, maka harapannya akan sirna.” (Ruhul Bayan)

Ar-Raghib rahimahullah berkata,

مَنْ تَعَوَّدَ الكَسَلَ وَمَالَ إِلَى الرَّاحَةِ، فَقَدَ الرَّاحَةَ، فَحُبُّ الهُوَيْنَا يُكْسِبُ النَّصَبَ

Artimya : “Barang siapa terbiasa malas dan terlalu cenderung pada kenyamanan, maka ia akan kehilangan kenyamanan itu sendiri. Sebab, mencintai kelambanan hanya akan menghasilkan kelelahan.” (Faidhul Qadir, karya Al-Munawi)

Semoga manfaat. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat malas yang buruk.

Jika seseorang merasakan kelelahan atau rasa malas setelah berusaha keras dalam ibadah, maka ia diperbolehkan untuk beristirahat agar bisa kembali bersemangat. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini kepada Zainab ketika beliau masuk ke dalam masjid dan melihat seutas tali yang diikat di antara dua tiang. Beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah tali milik Zainab. Jika ia merasa lelah dalam shalatnya, ia akan berpegangan pada tali ini.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا هَذَا الحَبْلُ؟ قَالُوا: هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ، فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ بِهِ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا، حُلُّوهُ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَرْقُدْ.

Artimya : “Tidak, lepaskan tali itu! Hendaknya salah seorang dari kalian shalat dalam keadaan semangat. Jika ia merasa lelah, maka hendaknya ia beristirahat.” (HR. Ibnu Hibban, no. 2492; Diriwayatkan juga oleh HR. Bukhari, no. 1150, HR. Muslim, no. 784, dan HR. An-Nasa’i, no. 1643 dengan lafaz yang serupa)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إنَّ لكلِّ عمل شِرَّة، والشِّرَّة إلى فَتْرة، فمَن كانت فَتْرَته إلى سنَّتي فقد اهتدى، ومَن كانت فَتْرَته إلى غير ذلك فقد ضلَّ

Artimya : “Setiap amal memiliki masa semangat (saat seseorang begitu giat dalam beribadah), dan setiap semangat akan diikuti dengan masa futur (kelemahan atau kelalaian). Barang siapa masa lemahnya masih berada dalam jalanku (tetap berada dalam ketaatan), maka ia telah mendapatkan petunjuk. Namun, barang siapa masa lemahnya membawanya ke selain jalanku, maka ia telah tersesat.” (Dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Masa-masa futur (kelemahan atau kelalaian) dalam perjalanan menuju Allah adalah sesuatu yang pasti terjadi. Jika seseorang dalam masa lemahnya masih berada dalam jalur yang benar, tetap berusaha untuk mendekati kebenaran dan tidak meninggalkan kewajiban serta tidak terjerumus dalam yang diharamkan, maka diharapkan ia akan kembali lebih baik dari sebelumnya. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata.

إِنَّ لِهَذِهِ القُلُوبِ إِقْبَالًا وَإِدْبَارًا، فَإِذَا أَقْبَلَتْ فَخُذُوهَا بِالنَّوَافِلِ، وَإِنْ أَدْبَرَتْ فَأَلْزِمُوهَا الفَرَائِضَ.

Artimya : ‘Sesungguhnya hati ini memiliki masa semangat dan masa futur. Jika hatimu sedang bersemangat, maka manfaatkanlah dengan ibadah-ibadah sunnah. Namun, jika sedang melemah, maka cukupkanlah dengan ibadah yang wajib.” (Madarij As-Salikin karya Ibnul Qayyim)

Kemalasan diperbolehkan jika terjadi setelah usaha ibadah yang maksimal, asalkan tetap menjalankan kewajiban dan menjauhi hal yang diharamkan.

1. Malas dalam Beribadah dan Ketaatan

Kemalasan membuat seseorang enggan melaksanakan ibadah dan ketaatan, atau jika melakukannya, ia merasa berat dan tidak bersemangat.

Contoh:

Seseorang sering menunda shalat dengan alasan sibuk atau malas, hingga akhirnya meninggalkannya.

Banyak orang yang merasa berat untuk membaca Al-Qur’an atau menghadiri kajian, tetapi mereka dengan mudah menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial atau hiburan lainnya.

2. Hati Menjadi Keras dan Tidak Terpengaruh oleh Nasihat

Orang yang malas sering kali merasakan kekerasan hati, sehingga tidak lagi tersentuh oleh bacaan Al-Qur’an atau nasihat. Dosa dan maksiat semakin menutupi hatinya, sebagaimana firman Allah,

كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Artimya : “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Mutaffifin: 14)

Contoh:

  • Ketika mendengar ayat Al-Qur’an atau nasihat keagamaan, seseorang tidak merasakan ketenangan atau motivasi untuk berubah karena hatinya sudah tertutup dengan kemaksiatan.
  • Seseorang terus-menerus melakukan dosa seperti ghibah, menipu, atau meninggalkan kewajiban, meskipun sudah diingatkan berkali-kali oleh teman atau keluarganya.Baca juga: Maksiat Menggelapkan Hati

3. Tidak Merasakan Tanggung Jawab dan Meremehkan Amanah

Orang yang malas sering mengabaikan tanggung jawabnya dan meremehkan amanah yang telah Allah bebankan kepadanya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Artimya : “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikulnya dan takut terhadapnya. Namun, manusia yang memikulnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)

Contoh:

  • Seorang pegawai bekerja dengan setengah hati, sering menunda tugas, dan akhirnya menjadi beban bagi rekan-rekannya.
  • Seorang kepala keluarga yang seharusnya mencari nafkah malah bermalas-malasan, mengandalkan orang lain, dan tidak peduli dengan kesejahteraan istri dan anak-anaknya.Baca juga: Jangan Mengkhianati Amanah

4. Banyak Bicara, tetapi Minim Tindakan

Orang yang malas sering kali hanya berbicara tentang apa yang telah ia lakukan di masa lalu, tanpa ada upaya untuk berbuat sesuatu yang nyata di masa sekarang. Mereka menghibur diri dengan cerita lama tanpa ada langkah produktif. Allah memperingatkan hal ini dalam firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا  تَفْعَلُونَ

كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ

Artimya : “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)

Contoh:

  • Seseorang sering membanggakan prestasi masa lalunya, tetapi saat ini tidak berbuat apa-apa untuk meningkatkan diri atau memberikan manfaat bagi orang lain.
  • Di media sosial, banyak orang mengkritik pemerintah atau keadaan masyarakat, tetapi mereka sendiri tidak berkontribusi atau mengambil tindakan nyata untuk perbaikan.

5. Menyia-nyiakan Waktu

Orang yang malas sering membuang waktunya tanpa manfaat dan lebih mengutamakan hal-hal yang tidak penting dibandingkan yang lebih utama. Akibatnya, ia merasakan kekosongan spiritual dan tidak mendapatkan keberkahan dalam waktunya.

Contoh:

  • Seseorang menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain game atau menonton drama tanpa batas, tetapi tidak memiliki waktu untuk membaca buku atau belajar hal yang bermanfaat.
  • Banyak mahasiswa yang seharusnya belajar dan menyelesaikan tugas, tetapi lebih memilih rebahan atau mengobrol tanpa tujuan hingga akhirnya tugas menumpuk dan hasilnya tidak maksimal.

6. Suka Mengkritik, tetapi Tidak Mau Berkontribusi

Orang yang malas cenderung selalu mengkritik setiap usaha positif yang dilakukan orang lain. Ia menghindari tanggung jawab, membesar-besarkan kesalahan, dan mencari-cari alasan untuk tidak ikut berpartisipasi dalam kerja nyata. Ia selalu mencari dalih untuk lari dari kewajiban, sebagaimana firman Allah,

لَا تَنفِرُوا۟ فِى ٱلْحَرِّ ۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا ۚ لَّوْ كَانُوا۟ يَفْقَهُونَ

Artimya : “Mereka berkata, ‘Janganlah kalian pergi berperang dalam panas terik ini.’ Katakanlah, ‘Api neraka Jahanam jauh lebih panas, jika mereka mengetahui.’” (QS. At-Taubah: 81)

Contoh:

  • Di lingkungan kerja, seseorang hanya bisa mengeluh tentang sistem yang buruk, tetapi tidak mau memberikan solusi atau bekerja lebih baik.
  • Di komunitas atau organisasi, ada anggota yang hanya mengomentari kelemahan program, tetapi saat diminta terlibat dalam perbaikan, mereka selalu menghindar.
Semoga manfaat. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat malas yang buruk.

Besambung ke bag.2........

Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat

-----------------NB----------------

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.

Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa  Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.

Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. 

Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit &  kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.

Yaa Allah... Yaa Robbana...! Ijabahkanlah Do'a-do'a kami, Tiada daya dan upaya kecuali dengan Pertolongan-MU, karena hanya kepada-MU lah tempat Kami bergantung dan tempat Kami memohon Pertolongan.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏

Referensi: Al-Kalim Ath-Thayyib – Al-Kasal9 Ramadhan 1446 H @Pesantren Darush Sholihin
Oieh : Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com 

#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar