Menu

Jumat, 20 Januari 2023

PRINSIP-PRINSIP DASAR KEIMANAN
(RUKUN IMAN)

Iman Kepada Taqdir
(Bag 2)

oleh : Syaikh Utsaimin

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Saudaraku...! 

Hari ini  Sabtu, 29 Jumadil Akhir  1444 H / 21 Januari  2023.

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Saudaraku....!

Iman kepada Taqdir sebagaimana telah diterangkan di atas tidak menafikan bahwa manusia mempunyai kehendak dan kemampuan dalam berbagai perbuatan yang sifatnya Ikhtiar.  Syara’ dan Kenyataan (Realita) menunjukkan ketetapan hal itu. 

a. Secara Syara’, maka Allah berfirman tentang kehendak manusia, (QS. An Naba : 39) :

ذٰلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّۚ فَمَنْ شَاۤءَ اتَّخَذَ اِلٰى رَبِّهٖ مَاٰبًا
Artinya : “Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabbnya.” (QS. An Naba : 39) 

dan Alloh berfirman  (QS. Al Baqarah : 223)

نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya : “Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah : 223) 

Allah juga berfirman tentang kemampuan manusia, (QS. At Taghaabun : 16)  : 

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah dan taatlah…” (QS. At Taghaabun : 16) 

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya : “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang-siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Baqarah : 286) 

b. Secara Kenyataan, manusia mengetahui bahwa dirinya mempunyai Kehendak dan Kemampuan yang menyebabkannya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Dia juga dapat membedakan antara kemauannya (seperti berjalan), dan yang bukan kehendaknya (seperti gemetar). Kehendak serta kemampuan seseorang itu akan terjadi dengan Masyiah (Kehendak) serta Qudrah (Kemampuan) Allah, seperti dalam firman-Nya, yang artinya :  “(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (QS. At Takwir : 28-29) 

Karena alam semesta ini seluruhnya milik Allah, maka tidak ada pada milik-Nya barang sedikitpun yang tidak diketahui serta tidak dikehendaki-Nya. 

Iman Kepada Taqdir tidak berarti memberi alasan untuk meninggalkan kewajiban atau untuk mengerjakan maksiat. Kalau itu dibuat alasan, maka alasan itu jelas salah ditinjau dari beberapa segi :

1. Firman Allah, (QS. Al An’aam : 148)  :

سَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا لَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَآ اَشْرَكْنَا وَلَآ اٰبَاۤؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍۗ كَذٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتّٰى ذَاقُوْا بَأْسَنَاۗ قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوْهُ لَنَاۗ اِنْ تَتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا تَخْرُصُوْنَ
Artinya : “Orang-orang yang menyekutukan Tuhan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun. Demikian juga orang-orang sebelum mereka yang telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga kamu dapat mengemukakannya kepada Kami? Kamu tidak mengikuti kecuali prasangka belaka dan kamu tidak lain hanya berdusta.” (QS. Al An’aam : 148) 

Kalau alasan mereka dengan takdir itu dibenarkan, Allah tentu tidak akan menjatuhkan siksa-Nya. 

2. Firman-Nya, (QS. An Nisaa : 165) :

رُسُلًا مُّبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّٰهِ حُجَّةٌ ۢ بَعْدَ الرُّسُلِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

Artinya : “(Mereka kami utus) sebagai rasul-rasul pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah MahaPerkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa : 165) 

Kalau takdir dapat dibuat alasan bagi orang-orang yang salah, Allah tidak menafikannya dengan diutusnya para rasul, karena menyalahi sesuatu setelah terutusnya para rasul jatuh pada takdir Allah juga.

3. Hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim, dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi bersabda :

“Setiap diri kalian telah ditulis (ditetapkan) tempatnya di Surga atau di Neraka. Ada seorang sahabat bertanya, “Mengapa kita tidak (tawaakul-pasrah) saja, wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab, “Tidak. Berbuatlah karena masing-masing akan dimudahkan.”

Lalu beliau membacakan surat Al Lail ayat 4-7 yang artinya : 

“Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail : 4-7) 

Jadi, Nabi mengajak dan memerintahkan untuk berbuat serta melarang menyerah pada takdir. 

4. Allah memerintah serta melarang sesuatu pada hamba-Nya, namun tidak menuntutnya kecuali yang mampu dikerjakan.

Allah berfirman, yang artinya :

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS. At Taghabun : 16)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al Baqarah : 286)

Kalau manusia dipaksakan untuk berbuat sesuatu, artinya disuruh mengerjakan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan, maka ini merupakan suatu kesalahan. Oleh karena itu, bila maksiat dilakukan karena kebodohan atau karena lupa, atau karena dipaksa, maka pelakunya tidak berdosa. Mereka dimaafkan Allah.

5. Taqdir Allah adalah Rahasia Yang Tersembunyi, tidak dapat diketahui sebelum terjadinya taqdir serta kehendak seseorang untuk mengerjakannya terlebih dahulu dari-pada perbuatannya. Jadi, kehendak seseorang untuk mengerjakan sesuatu itu tidak berdasarkan pada pengetahuannya akan takdir Allah. Pada waktu itu habislah alasannya dengan taqdir karena tidak ada alasan bagi seseorang terhadap apa yang tidak diketahuinya.

6. Kita melihat orang yang ingin mendapatkan urusan dunia secara layak, tidak ingin pindah kepada yang tidak layak. Apakah ia akan beralasan pindahnya dengan taqdir? Mengapa ia berpindah dari kurang menguntungkan kepada yang menguntungkan dengan alasan taqdir? Bukankah keadaan dua hal itu satu?

Cobalah perhatikan Contoh di bawah ini :

Kalau di depan seseorang ada dua jalan. Pertama, menuju ke sebuah negeri yang semuanya serba kacau, pembunuhan, perampokan, pembantaian kehormatan, ketakutan, dan kelaparan. Yang Kedua menuju sebuah negeri yang semuanya serba teratur, keamanan yang terkendali, kesejahteraan yang melimpah ruah, jiwa, kehormatan, dan harta benda dihormati. Jalan mana yang akan ia tempuh?

Ia pasti akan menempuh jalan yang kedua yang menuju suatu negeri yang teratur serta aman. Tidak mungkin orang berakal menempuh jalan yang menuju ke sebuah negeri yang kacau serta menakutkan dengan alasan taqdir. Mengapa dalam urusan akhirat ia menempuh jalan yang menuju ke Neraka bukan jalan yang menuju Surga dengan beralasan taqdir? 

Contoh Lain : adalah seorang yang sakit disuruh meminum obat lalu meminumnya sedangkan hatinya tidak menyukainya. Dan dilarang memakan makanan yang berbahaya lalu meninggalkannya sementara hatinya menyukainya. Semua itu dimaksudkan mencari pengobatan serta kesehatan. Orang yang sakit itu tidak mungkin enggan minum obat atau melanggar memakan makanan yang berbahaya dengan alasan menyerah pada taqdir. Bagaimana seseorang meninggalkan perintah Allah dan Rasul-Nya atau melakukan larangan Allah dan Rasul-Nya dengan beralasan pada taqdir?

7. Orang yang meninggalkan kewajiban serta melanggar kemaksiatan dengan alasan taqdir itu seandainya dianiaya oleh seseorang, dirampas hartanya dan dirusak kehormatannya dengan beralasan pada taqdir dan mengatakan: Anda jangan menyalahkan saya, karena kelaliman saya ini adalah taqdir Allah, alasannya itu tidak akan diterima. Bagaimana seseorang tidak mau menerima alasan orang lain dengan taqdir dalam penganiayaannya terhadap orang lain, lalu ia sendiri beralasan dengan taqdir terhadap kelalimannya pada hak Allah? Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khaththab menerima seorang pencuri yang berhak dipotong tangannya. Beliau memerintahkan agar dipotong tangannya. Pencuri berkata: Tunggu dulu, Amirul Mukminin, aku mencuri ini hanya karena taqdir Allah. Umar pun tidak kalah menjawab: Demikian kami memotong tanganmu hanya karena taqdir Allah. 

Semoga Allah Ta'ala melimpahkan anugerah, berkah, rahmat, taufik, hidayah, bimbingan dan lindunganNya pada Kita semua serta mengijabah setiap doa-doa Kita

Wallahu 'Alam Bishshowab

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah...

Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.

Yaa Allah...

Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa  Ghani .. Yaa Fattah ... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.

Yaa Allah... Yaa Robbana...! Ijabahkanlah Do'a-do'a kami, Tiada daya dan upaya kecuali dengan Pertolongan-MU, karena hanya kepada-MU lah tempat Kami bergantung dan tempat Kami memohon Pertolongan.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏

Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar