Menu

Rabu, 27 Agustus 2025

BELAJAR TANPA GURU

BELAJAR TANPA GURU MAKA GURUNYA SETAN
(
Oleh: Ardiansyah Ashri Husein Lc., MA)


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Saudaraku....!

Hari ini Kamis 4 Rabi'ul-Awal 1447 H /28 Agustus 2025

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.

Hadirin yang dirahmati Allah....

Sejatinya setiap muslim wajib berguru. Guru adalah jembatan ilmu atau wasilah yang mengantarkan seorang murid kepada ilmu dan hidayah. Jika suatu kewajiban tidak bisa dipenuhi melainkan dengan sarana tertentu, maka sarananya menjadi wajib. Sebagaimana dalam kaedah Fikih hukum sarana itu sama dengan hukum tujuan,

مَا لاَ يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

Artinya : “Perkara wajib yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka perantara itu menjadi wajib.”

Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali rahimahullahu dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin, 1/98 menjelaskan tentang wajibnya memiliki guru,

يَحْتَاجُ المُرِيدُ إِلَى شَيْخٍ وَأُسْتَاذٍ يَقْتَدِي بِهِ لَا مَحَالَةَ لِيَهْدِيهِ إِلَى سَوَاءِ السَّبِيلِ، فَإِنَّ سَبِيلَ الدِّينِ غَامِضٌ، وَسُبُلَ الشَّيْطَانِ كَثِيرَةٌ ظَاهِرَةٌ. فَمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ يَهْدِيهِ، قَادَهُ الشَّيْطَانُ إِلَى طُرُقِهِ لَا مَحَالَةَ. فَمَنْ سَلَكَ سُبُلَ البَوَادِي المُهْلِكَةِ بِغَيْرِ خَفِيرٍ فَقَدْ خَاطَرَ بِنَفْسِهِ وَأَهْلَكَهَا، وَيَكُونُ المُسْتَقِلُّ بِنَفْسِهِ كَالشَّجَرَةِ التي تَنْبُتُ بِنَفْسِهَا فَإِنَّهَا تَجِفُّ عَلَى القُرْبِ، وَإِنْ بَقِيَتْ مُدَّةً وَأَوْرَقَتْ لَمْ تُثْمِرْ، فَمُعْتَصَمُ المُرِيدِ شَيْخُهُ، فَلْيَتَمَسَّكْ بِهِ

1.    Seorang murid harus memiliki sosok syaikh dan guru yang diikuti dan menuntunnya ke jalan yang benar.

2.    Jalan agama begitu terjal dan rumit, sementara begitu banyak jalan-jalan setan.

3.    Barang siapa yang tidak memiliki guru, maka setan akan menyesatkan jalannya. Seperti orang yang melewati sebuah pedalaman berbahaya tanpa pemandu, maka akan sangat mengancam keselamatannya.

4.    Orang yang belajar tanpa guru, laksana pohon yang tumbuh tanpa diurus. Dalam waktu dekat akan mati. Andai pun pohon itu hidup dalam waktu yang lama, tak akan bisa berbuah.

5.    Penjaga murid adalah gurunya. Berpeganglah padanya.

Urgensi berguru juga diuraikan oleh salah seorang sahabat mulia, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمِنْ أَكَابِرِهِمْ، فَإِذَا جَاءَ الْعِلْمُ مِنْ قِبَلِ أَصَاغِرِهِمْ فَذَاكَ حِينَ هَلَكُوا» المعجم الكبير للطبراني.

Artinya : “Manusia akan selalu dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari orang-orang terbaik yang dulu mengambil ilmu dari para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dari tokoh-tokoh mereka. Apabila mereka mengambilnya dari orang-orang kecil (bukan ulama) maka mereka bakal binasa.” [HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir].

Syaikh Al-Khathib al-Baghdadi rahimahullahu juga mengutip kalimat di atas dengan redaksi agak sedikit berbeda,

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَخَذُوا الْعِلْمَ عَنْ أَكَابِرِهِمْ وَعَنْ عُلَمَائِهِمْ وَأُمَنَائِهِمْ، فَإِذَا أَخَذُوهُ مِنْ أَصَاغِرِهِمْ وَشِرَارِهِمْ هَلَكُوا

Artinya : “Manusia akan selalu dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari tokoh-tokoh, ulama-ulama dan orang-orang tepercaya mereka. Apabila mereka mengambilnya dari orang-orang kecil (bukan ulama) dan orang-orang yang buruk, mereka bakal binasa.”  (Al-Khatib al-Baghdadi, al-Faqih wal Mutafaqqih, Dar Ibnu al-Jauzi, 2/155).

Kewajiban berguru menjadi sangat penting dan krusial khususnya jika berkaitan dengan halal dan haram dalam agama. Seperti penegasan Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu,

لَا يُؤْخَذُ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ إلَّا عَنْ الرُّؤَسَاءِ الْمَشْهُورِينَ بِالْعِلْمِ الَّذِينَ يَعْرِفُونَ الزِّيَادَةَ وَالنُّقْصَانَ

Artinya : “Halal dan haram tidak boleh diambil melainkan dari para tokoh dan ulama yang terkenal dengan ilmunya yang mengetahui adanya tambahan atau kekurangan dalam hukum.” (Syamsuddin Ibnu Muflih, Al-Adab Asy-Syar’iyyah wa Al-Minah al-Mar’iyyah, 2/148).

Ulama Madzhab Syafi’i Badruddin Ibn Jama’ah (639 – 773 H) rahimahullahu,

 وَلْيَجْتَهِدْ عَلَى أَنْ يَكُوْنَ الشَّيْخُ مِمَّنْ لَهُ عَلَى الْعُلُوْمِ الشَّرْعِيَّةِ تَمَامُ اطِّلَاعٍ وَلَهُ مَعَ مَنْ يُوْثَقُ بِهِ مِنْ مَشَايِخِ عَصْرِهِ كَثْرَةُ بَحْثٍ وَطُوْلِ اجْتِمَاعٍ لَا مِمَّنْ أَخَذَ عَنْ بُطُوْنِ الْأَوْرَاقِ وَلَمْ يُعْرَفْ بِصُحْبَةِ الْمَشَايِخِ الْحُذَّاقِ

Artinya : “Hendaklah seseorang bersungguh-sungguh mencari guru dari golongan orang-orang yang sempurna menelaah ilmu-ilmu syariat, banyak berdiskusi dan berkumpul dengan para ulama tepercaya di masanya, bukan belajar dari orang yang semata-mata mengambil ilmu dari dalam kertas-kertas dan buku serta tak diketahui apakah dia pernah menjadi santri langsung kepada ulama-ulama yang cerdas.” (Badruddin Ibn Jama’ah, Tadzkirah as-Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim, 87).

Belajar secara otodidak atau belajar tanpa berguru dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam ajaran yang salah dan menyimpang. Mempelajari agama Islam tanpa guru dapat menyebabkan seseorang tergelincir dalam kesesatan dan kebingungan. Oleh karena itu, belajar agama tanpa guru hukumnya terlarang dalam agama. Makanya tak berlebihan jika Abu Yazid Bustami rahimahullahu seorang aulia Allah ta’ala sebagaimana dikutip dalam Kitab Ruhul Bayan fi Tafsir al-Quran mengatakan,

 من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان

Artinya : “Barangsiapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah setan.” (Tafsir Ruhul Bayan fi Tafsir al-Quran, Ismail Haqqi al-Hanafi, 5/264)

Demikian sedikit tulisan yang Allah mudahkan bagi kami untuk menyusunnya, semoga bermanfaat bagi penulis dan juga segenap pembaca.

Sumber : https://asamuslim.id/

Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat

-----------------NB----------------

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.

Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa  Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.

Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. 

Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit &  kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.

Yaa Allah... Yaa Robbana...! Ijabahkanlah Do'a-do'a kami, Tiada daya dan upaya kecuali dengan Pertolongan-MU, karena hanya kepada-MU lah tempat Kami bergantung dan tempat Kami memohon Pertolongan.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏



Sumber : https://asamuslim.id/
Edit:  Ndik

#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar