JIMAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM : ANTARA KEYAKINAN DAN SYIRIK
بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Saudaraku....!
Hari ini Sabtu 29 Syafar 1447 H /23 Agustus 2025
Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.
Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.
Hadirin yang dirahmati Allah....
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masyarakat yang masih mempercayai kekuatan jimat sebagai penolak bala, pelaris dagangan, atau pembawa berkah.
Keyakinan terhadap jimat ini sebenarnya sudah mengakar sejak lama, terutama dalam budaya yang masih kental dengan unsur mistik.
Namun, dalam pandangan Islam, penggunaan jimat bukanlah hal yang bisa dipandang ringan karena menyangkut akidah.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam secara tegas mengajarkan penggunaan jimat yang diyakini memiliki kekuatan gaib, apalagi jika keyakinan itu menggantikan kepercayaan kepada Allah.
Dalam hadis riwayat Ahmad, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang menggantungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik.”
Syirik, sebagaimana diketahui, adalah dosa besar yang tidak akan diamuni jika pelakunya tidak bertaubat.
Islam mengajarkan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya tempat meminta dan meminta pertolongan.
Mengandalkan benda seperti jimat berarti telah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang tak punya daya dan kuasa.
Ada sebagian masyarakat yang membela diri dengan mengatakan bahwa jimat hanya sebagai perantara, bukan sebagai sumber kekuatan utama.
Namun, perantara yang tidak memiliki dasar syariat tetap tidak diperbolehkan jika dapat menumbuhkan keyakinan selain Allah.
Bahkan jimat yang berupa ayat-ayat Al-Qur'an pun tetap menjadi berlaku di kalangan ulama, terutama jika digunakan tanpa pemahaman dan niat yang lurus.
Ulama salaf seperti Ibnu Mas'ud termasuk yang keras menentang segala bentuk jimat, meskipun itu ayat suci, jika niatnya menyimpang.
Islam mendorong umatnya untuk berdoa, bertawakal, dan memperkuat iman sebagai cara utama menghadapi kesulitan.
Doa-doa ma'tsurat Nabi SAW merupakan perlindungan yang jauh lebih kuat daripada menggantungkan jimat.
Oleh karena itu, umat Islam perlu terus belajar dan memahami akidah yang lurus agar tidak mudah terjerumus ke dalam perbuatan syirik yang merusak iman.
Meninggalkan jimat bukan hanya soal benda, tapi bentuk keteguhan tauhid kepada Allah semata.
2. Mengungkap Asal Usul Jimat : Tradisi, Budaya Dan Mitos Di Masyarakat
Jimat merupakan benda kecil yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural dan telah menjadi bagian dari tradisi banyak masyarakat sejak zaman kuno.
Asal usul jimat tidak lepas dari kepercayaan animisme dan dinamisme yang berkembang jauh sebelum masuknya agama-agama besar.
Masyarakat zaman dahulu meyakini bahwa alam dan benda-benda tertentu memiliki roh yang bisa memberikan perlindungan atau keberuntungan.
Keyakinan ini kemudian melahirkan praktik-praktik magis seperti penggunaan batu, logam, tulisan, bahkan potongan tubuh hewan sebagai jimat.
Di berbagai daerah di Indonesia, bentuk jimat sangat beragam, mulai dari rajah, keris kecil, kain khusus, hingga benda-benda aneh yang disimpan rapat.
Fungsi jimat pun bervariasi, ada yang digunakan untuk keselamatan, pesona pengasihan, pelarisan usaha, hingga kekebalan fisik dari senjata.
Dalam budaya Jawa misalnya, jimat sering dikaitkan dengan ilmu kebatinan dan kejawen, yang bercampur antara mistik, tradisi lokal, dan pengaruh Hindu-Buddha.
Di daerah lain, seperti Bali dan Kalimantan, jimat juga berkaitan erat dengan upacara adat dan peran dukun atau orang pintar.
Masuknya agama-agama besar seperti Islam dan Kristen sempat menekan tradisi jimat, namun pengaruh budaya lokal membuat praktik ini tetap bertahan.
Tak jarang, jimat dibungkus dengan nuansa religius agar terlihat seolah-olah tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Padahal dalam banyak kasus, praktik tersebut tetap berasal dari akar keyakinan yang bertentangan dengan konsep Tauhid.
Di zaman modern, jimat bahkan diadaptasi dalam bentuk lebih “halus”, seperti cincin berkode tertentu, susuk, atau liontin bertulisan Arab yang tak diketahui maknanya.
Internet pun turut memperluas persebaran praktik ini melalui toko online yang menjual jimat dengan berbagai klaim fantastis.
Kepercayaan terhadap jimat menunjukkan bahwa dalam situasi penuh ketidakpastian, manusia cenderung mencari pegangan, bahkan jika harus menempuh jalan mistik.
Padahal ketenangan sejati bisa didapat bukan dari benda, melainkan dari iman yang teguh dan doa yang ikhlas.
Mengenal asal usul jimat penting agar kita bisa membedakan mana warisan budaya dan mana yang perlu ditinggalkan karena menyesatkan.
3. Jimat Dalam Kehidupan Modern : Fenomena Mistis Di Era Digital
Meski dunia terus berkembang dengan teknologi canggih, kepercayaan terhadap jimat rupanya masih bertahan bahkan bertransformasi di era digital.
Jimat kini tidak lagi hanya berupa benda fisik seperti rajah, keris kecil, atau kain bertulisan gaib, tapi juga hadir dalam bentuk digital dan simbolik.
Di toko online dan media sosial, kita bisa menemukan iklan jimat digital, mantra kekayaan, hingga amalan viral yang diklaim mampu menarik energi positif.
Bahkan ada aplikasi atau file digital yang disebut “berenergi” dan dipercaya dapat memberi keberuntungan hanya dengan disimpan di ponsel.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat semakin melek teknologi, sisi spiritual yang rapuh masih membuat sebagian orang mudah tergoda.
Keinginan untuk cepat kaya, sembuh dari penyakit, atau aman dari gangguan justru dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang menjual harapan palsu.
Dengan kemasan yang modern dan bahasa yang lebih “ilmiah”, jimat-jimat digital ini terlihat meyakinkan, padahal tetap bersumber dari keyakinan batil.
Yang lebih mengkhawatirkan, generasi muda pun mulai tertarik karena jimat era sekarang tidak lagi terlihat menyeramkan atau kuno, tapi dikemas seperti gaya hidup.
Ada juga fenomena selebritas atau influencer spiritual yang mempopulerkan benda “berenergi positif” tanpa mengaitkannya langsung dengan istilah jimat.
Namun, substansi dari praktik ini tetap sama: menggantungkan harapan pada sesuatu selain Allah.
Dalam Islam, bentuk jimat apa pun tetap harus ditinggalkan jika diyakini dapat memberi manfaat atau mudarat secara gaib.
Teknologi seharusnya menjadi sarana untuk memperkuat iman dan menyebarkan kebaikan, bukan untuk memperluas kepercayaan mistis.
Ironisnya, kepercayaan terhadap jimat kadang justru tumbuh bersamaan dengan lemahnya pemahaman agama di kalangan masyarakat terdidik.
Mereka merasa logis dan cerdas dalam banyak hal, tapi mudah terseret dalam praktik irasional karena hasrat duniawi yang tidak terkendali.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa pendidikan spiritual dan akidah harus sejalan dengan perkembangan teknologi agar tidak terjerumus.
Menolak jimat di era digital bukan hanya soal menolak benda, tapi juga menyaring informasi, menjaga logika sehat, dan meneguhkan keimanan di tengah zaman yang penuh tipu daya.
Kesimpulan
Dalam perspektif Islam, penggunaan jimat tidak diperbolehkan dan dianggap syirik (menyekutukan Allah). Jimat, dalam bentuk apapun, dipercaya dapat mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, namun dalam Islam, hanya Allah SWT yang memiliki kekuatan untuk memberikan manfaat dan menolak bahaya. Menggantungkan harapan pada jimat berarti meragukan kekuasaan Allah dan termasuk dalam perbuatan syirik.
Demikian sedikit tulisan yang Allah mudahkan bagi kami untuk menyusunnya, semoga bermanfaat bagi penulis dan juga segenap pembaca.
Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat
-----------------NB----------------
Saudaraku...!
Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :
Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.
Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.
Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit & kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.
ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم
آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين
وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ
🙏🙏
Artikel Abah Luky
Edit: Ndik
#NgajiBareng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar