PETUNJUK NABI DALAM MENYIKAPI ORANG YANG BERBUAT DOSA
بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Saudaraku....!
Hari ini Rabu 26 Syafar 1447 H /20 Agustus 2025
Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.
Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.
Hadirin yang dirahmati Allah....
Nabi Muhammad ﷺ memberikan petunjuk jelas tentang bagaimana menyikapi orang yang berbuat dosa. Intinya, fokus pada perbuatan dosa itu sendiri, bukan pada pelakunya, dengan cara yang bijaksana dan penuh kasih. Hal ini mencakup menutupi aib, tidak mengorek kesalahan, memberikan nasihat dengan hikmah, dan jika memungkinkan, memberikan solusi yang sesuai dengan kondisi orang tersebut.
Kehidupan
akhir zaman semakin menyudutkan kita dengan berbagai godaan maksiat yang kian
tak terbendung. Seringkali kita terjegal di dalamnya, baik karena tidak sengaja
maupun sengaja disebabkan dorongan syahwat. Sehingga, akhirnya dosa maksiat
melingkupi keseluruhan hidup kita dan menenggelamkan dari cahaya iman.
Ketika
dosa itu pertama kali dilakukan, akan mudah disadari bahwa ini adalah suatu
perbuatan yang tidak benar. Namun, lama-kelamaan para pendosa tidak lagi
merasakan pahitnya dosa. Karena hatinya telah menghitam seluruhnya, sebab dosa
bagaikan noktah hitam yang menutupi hati. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
’anhu, Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً
نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ
سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ
“Jika
seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu noda
hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristigfar, dan bertobat, niscaya
noda itu akan dihapus. Tetapi, jika dia kembali berbuat dosa, niscaya noda-noda
itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya.” (HR.
Tirmidzi no. 3334. Hadis ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi)
Sehingga,
tatkala hati kecil memperingatkan untuk kembali kepada Allah ﷻ, jiwa tidak
dapat meresponnya. Sebab, ia telah merasa begitu jauh dari Allah ﷻ dan tidak
mungkin lagi diterima oleh Rabbnya. Terkadang setan pun membisikkan agar putus
asa dari ampunan Allah ﷻ. Inilah hantaman dosa jangka panjang yang Allah ﷻ
firmankan,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali
tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup
hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)
Terdapat
buah hikmah yang begitu mendalam dari kisah tentang pembunuh 100 nyawa. Dalam
sebuah hadis dari sahabat yang mulia, Abu Said Al-Khudri radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah ﷺ menceritakan,
“Dahulu
pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu, ia
bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun,
ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas, ia pun mendatanginya dan berkata,
‘Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah tobatnya diterima?’ Rahib pun
menjawabnya, ‘Orang seperti itu tidak diterima tobatnya.’ Lalu, orang tersebut
membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian,
ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka
bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang alim. Lantas, ia bertanya pada alim
tersebut, ‘Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah tobatnya masih
diterima?’ Orang alim itu pun menjawab, ‘Ya, masih diterima. Dan siapakah yang
akan menghalangi antara dirinya dengan tobat? Beranjaklah dari tempat ini dan
ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang
menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu
kembali ke tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat
jelek.’
Laki-laki
ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika
sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah
perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat azab. Malaikat rahmat berkata,
‘Orang ini datang dalam keadaan bertobat dengan menghadapkan hatinya kepada
Allah.’ Namun, malaikat azab berkata, ‘Orang ini belum pernah melakukan
kebaikan sedikit pun.’ Lalu, datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia.
Mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan
mereka. Malaikat ini berkata, ‘Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak
antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju
-pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu, mereka
pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini
lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya, rohnya pun dibawa oleh
malaikat rahmat.” (HR.
Bukhari dan Muslim no. 2766)
Dari
hadis tersebut, kita bisa mengambil faedah cara menyikapi orang yang melakukan
dosa dari Nabi ﷺ.
Pertama:
Memberi harapan kepada para pendosa adalah metode Allah ﷻ
Nabi
ﷺ memberikan pelajaran dari kisah orang alim yang merespon dosa yang begitu
besarnya itu dengan memberikan harapan. Pembunuh 100 nyawa itu sempat terputus
harapannya tatkala hanya neraka yang disodorkan di hadapannya. Sedangkan sang
alim, dengan keilmuannya, ia memberitahukan bahwa masih ada harapan bagi orang
tersebut untuk diampuni dengan cara bertobat.
Memberikan
harapan bagi pendosa adalah metode Allah ﷻ. Dalam QS. Az Zumar: 53, Allah ﷻ
berfirman,
قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ
أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ
جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Katakanlah,
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Dalam
riwayat Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah ﷺ menyampaikan
firman Allah ﷻ tentang diri-Nya sendiri yang senantiasa membuka pintu tobat
bagi hamba-Nya. Allah ﷻ dalam sebuah hadis qudsi berfirman dengan makna,
قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا
دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا
ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ
لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ
خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
“Wahai
anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti
Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu
membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan.
Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam
keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu
dengan ampunan sepenuh bumi pula.”
Kedua:
Memutus harapan hamba adalah dosa besar
Bukanlah
metode dakwah yang benar jika seseorang hanya memberi ancaman neraka saja
kepada para pendosa. Bahkan, dalam sebuah hadis qudsi, metode mengancam di
level memastikan orang tersebut tidak akan diampuni oleh Allah ﷻ adalah hal
yang fatal. Dari Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
قال رجل: والله لا يغفر الله لفلان، فقال الله:
من ذا الذي يتألى عليَّ أن لا أغفر لفلان؟ إني قد غفرت له، وأحبطت عملك. وفي حديث أبي
هريرة: أن القائل رجل عابد، قال أبو هريرة: “تكلم بكلمة أوبقت دنياه وآخرته“.
“Seorang
lelaki berkata, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.’ Allah
berfirman, ‘Siapakah yang telah bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan
mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan menggugurkan
amalmu.’ ” Dalam hadis Abu Hurairah disebutkan bahwa orang yang berbicara ini
adalah lelaki ahli ibadah. Abu Hurairah berkata, “Ia berbicara dengan kata-kata
yang menghanguskan dunia dan akhiratnya.”
Memastikan
seorang tidak mendapatkan ampunan Allah ﷻ adalah perkataan yang melampaui batas
dan tidak didasarkan dengan ilmu. Padahal, berkata tentang Allah ﷻ yang tidak
berdasarkan ilmu adalah dosa yang lebih besar, bahkan dari syirik sekalipun.
Allah ﷻ berfirman,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن
تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ
مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Katakanlah,
“Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang
tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu).” (QS. Al-A’raf: 33)
Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah ﷻ telah mengharamkan
berbicara tentang-Nya tanpa dasar ilmu, baik dalam fatwa dan memberi keputusan.
Allah menjadikan perbuatan ini sebagai keharaman paling besar, bahkan Dia
menjadikannya sebagai tingkatan dosa paling tinggi.” (I’lamul Muwaqqi’in, 1:
31; via Maktabah Syamilah)
Ketiga:
Memberikan langkah strategis kepada para pendosa
Tidak
cukup dengan memberikan harapan kepada seorang pendosa, tetapi hendaknya juga
memberikan panduan agar seseorang diampuni dan tidak terjerumus kembali kepada
dosanya. Simaklah jawaban sang alim tersebut kepada sang pembunuh,
“Ya
masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan tobat?
Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana
terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah
bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu) karena
tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Setelah
memberikan pengharapan kepadanya, sang alim pertama kali mengajaknya untuk
bertobat dan meyakinkannya bahwa tobatnya tidak akan terhalangi oleh siapapun.
Kemudian ia memberikan arahan agar meninggalkan lingkungannya dan mencari
tempat berkehidupan yang lebih baik.
Keempat:
Pentingnya lingkungan yang baik
Langkah
strategis yang dinasihatkan oleh sang alim adalah mencari lingkungan yang lebih
baik. Karena bergemul di lingkungan lama yang buruk akan mempersulit seseorang
untuk melakukan perubahan. An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
قال العلماء : في هذا استحباب مفارقة التائب
المواضع التي أصاب بها الذنوب، والأخدان المساعدين له على ذلك ومقاطعتهم ما داموا على
حالهم
“Para
ulama mengatakan bahwa dalam hadis ini terdapat anjuran bagi orang yang
bertobat untuk meninggalkan tempat-tempat di mana ia melakukan dosa, serta
meninggalkan teman-teman yang membantunya dalam perbuatan tersebut, dan memutus
hubungan dengan mereka selama mereka masih dalam keadaan yang sama.”
وأن يستبدل بهم صحبة أهل الخير والصلاح والعلماء
والمتعبدين الورعين ومن يقتدي بهم ، وينتفع بصحبتهم ، وتتأكد بذلك توبته
“Sebaliknya,
ia dianjurkan untuk menggantinya dengan berteman dengan orang-orang saleh,
ulama, ahli ibadah yang wara’, dan orang-orang yang dapat dijadikan teladan,
serta memberikan manfaat dari pergaulan mereka. Dengan cara ini, tobatnya akan
semakin kuat dan lebih terjaga.” (Syarah
Shahih Muslim, 17: 237; via islamweb.net)
Kelima:
Pendosa tetap bisa menjadi orang terbaik
Ketahuilah,
bahkan harapan itu terbuka untuk para pendosa mencapai level terbaik. Bukankah
sebaik-baik generasi adalah generasinya para sahabat radhiyallahu anhum?
Apakah mereka semua adalah seorang yang suci dan tidak pernah berbuat dosa?
Orang terbaik kedua di kalangan sahabat, yakni Umar radhiyallahu
‘anhu adalah orang yang sangat memusuhi dakwah Nabi ﷺ. Tentu ini
bukanlah dosa yang main-main.
Namun,
setelah bertobat dan menerima Islam, tidak ada yang dapat menutupi fakta bahwa
Umar adalah salah satu yang terbaik di kalangan para sahabat. Bukankah Khalid
bin Walid radhiyallahu anhu salah satu pelaku dosa? Namun,
akhirnya ia dikenal sebagai seorang singa, panglima perang Islam.
Termasuk pula salah satu kisah tobat terbaik, yakni Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang tidak mengikuti perang tanpa uzur syar’i. Padahal, sudah ada iman di dalam hatinya, tetapi sebab setan yang mengajak hawa nafsunya untuk menunda kebaikan, hingga akhirnya ia sama sekali tidak berangkat ke Perang Tabuk. Namun, pada akhirnya dengan sebab kejujuran Ka’ab, justru ia menjadi pemenang dalam pertobatannya. Dan masih banyak keteladanan yang seharusnya menjadi motivasi bagi para pendosa untuk bangkit kembali dan memperkuat keimanannya.
Demikian sedikit tulisan yang Allah mudahkan bagi kami untuk menyusunnya, semoga bermanfaat bagi penulis dan juga segenap pembaca.
Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat
-----------------NB----------------
Saudaraku...!
Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :
Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.
Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.
Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit & kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.
ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم
آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين
وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ
🙏🙏
Artikel: Muslim.or.id
#NgajiBareng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar