Menu

Sabtu, 23 Agustus 2025

GHIRAH

GHIRAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Saudaraku....!

Hari ini Ahad 30 Syafar 1447 H /24 Agustus 2025

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.

Hadirin yang dirahmati Allah....

Dalam perspektif Islam, "ghirah" (غيرة) secara umum berarti semangat, kecemburuan, atau rasa kepedulian yang tinggi terhadap sesuatu yang dianggap berharga, terutama agama, keluarga, dan kehormatan diri. Ghirah bukan hanya sekadar emosi, tetapi juga dorongan kuat untuk menjaga dan membela apa yang dianggap suci dan penting. 

Berikut penjelasan lebih rinci tentang ghirah dalam perspektif Islam

1. Makna Ghirah dalam Islam : Antara Cemburu dan Kehormatan 

Dalam ajaran Islam, Ghirah merupakan konsep mulia yang sering disalahpahami sebagai bentuk cemburu semata. Padahal, Ghirah memiliki makna yang jauh lebih dalam, yaitu rasa protektif, kepedulian, dan kecemburuan terhadap sesuatu yang dianggap suci, terhormat, dan bernilai. Ghirah adalah perasaan yang muncul ketika sesuatu yang sakral dalam hidup seorang Muslim, seperti agama, kehormatan keluarga, atau batas-batas syariat, terancam oleh pelanggaran atau penyimpangan.

Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam sendiri dikenal sebagai sosok yang memiliki Ghirah tinggi, terutama terhadap syariat Allah. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Allah memiliki Ghirah, dan karena itulah Allah melarang perbuatan keji, baik yang tampak maupun tersembunyi. Dengan demikian, Ghirah bukanlah emosi negatif, melainkan manifestasi kecintaan terhadap kebenaran dan kehormatan.

Seorang Muslim yang memiliki Ghirah akan merasa terganggu ketika melihat maksiat, tergerak membela kehormatan keluarga, dan tidak rela agamanya dihina. Namun, penting untuk membedakan antara Ghirah yang benar dengan cemburu buta. Ghirah yang benar lahir dari ilmu dan cinta, sedangkan cemburu buta lahir dari ketidaktahuan dan hawa nafsu.

Dalam kehidupan sehari-hari, Ghirah bisa ditunjukkan dengan menjaga aurat, melindungi keluarga dari konten negatif, hingga berdakwah dengan semangat. Maka, mari tanamkan ghirah dalam hati kita agar hidup senantiasa berada dalam lindungan nilai-nilai Islam yang luhur.

2. Ketika Ghirah Menjadi Lemah : Gejala dan Dampaknya dalam Kehidupan Muslim

Salah satu tanda melemahnya iman adalah ketika ghirah terhadap agama dan kehormatan diri mulai memudar. Saat seseorang tidak lagi merasa terganggu oleh kemaksiatan, tidak peduli dengan aurat terbuka, atau merasa biasa saja saat agama dihina, maka itu tanda Ghirah dalam dirinya telah melemah.

Lemahnya Ghirah muncul karena berbagai sebab. Bisa karena terlalu sering terpapar konten maksiat, terlalu larut dalam budaya permisif, atau karena hati yang keras dan jauh dari dzikir. Ketika Ghirah hilang, seseorang akan mudah berkompromi dengan kebatilan, dan bahkan bisa menjadi pendukung kerusakan.

Dampak dari hilangnya Ghirah sangat serius. Individu menjadi permisif terhadap zina, LGBT, dan kerusakan moral lainnya. Masyarakat kehilangan filter dan rasa malu. Bahkan bisa sampai pada titik di mana kemungkaran dianggap biasa, dan kebaikan dianggap aneh.

Solusinya adalah menumbuhkan kembali Ghirah dengan memperkuat Iman dan Ilmu. Mengkaji sirah Nabi, membaca Al-Qur’an, menjaga pergaulan, dan memperbanyak ibadah akan menghidupkan hati yang mati. Ghirah bukanlah fanatisme, tapi semangat menjaga kebaikan.

Jika umat Islam ingin bangkit, maka kebangkitan harus dimulai dari dalam hati—dengan menghidupkan kembali Ghirah yang telah lama tertidur.

3. Ghirah Terhadap Agama : Tanda Cinta Sejati Kepada Allah dan Rasul-Nya

Salah satu ciri utama seorang mukmin adalah memiliki Ghirah terhadap agama Islam. Ghirah terhadap agama berarti tidak berhubungan dengan ajaran Islam yang dilecehkan, direndahkan, atau diubah seenaknya. Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati pasti akan merasa sakit jika syariat dilecehkan, dan akan bangkit membela kebenaran sesuai dengan tuntunan Islam.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia memodifikasi dengan tangan; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim). Hadist ini cermin menjadi dari bentuk Ghirah yang sehat dan benar.

Ghirah terhadap agama bukan sekedar emosi, tapi tindakan nyata. Misalnya, menolak hiburan yang membahas Islam, tidak tinggal diam saat syariat dipermainkan, serta aktif mendukung dakwah dan pendidikan Islam. Orang yang punya Ghirah akan merasa terpanggil untuk menjaga kesucian ajaran Islam dari distorsi zaman.

Namun Ghirah terhadap agama juga harus disertai dengan akhlak mulia. Jangan sampai semangat membela Islam berubah menjadi kekerasan atau kebencian. Islam tidak mengajarkan fanatisme buta, melainkan Ghirah yang bijak dan adil.

Dengan memiliki Ghirah terhadap agama, kita turut menjaga cahaya Islam agar terus bersinar di tengah tantangan zaman.

4. Ghirah Dalam Rumah Tangga : Menjaga Cinta, Martabat dan Batasan

Rumah tangga adalah tempat suci yang dibangun atas dasar cinta dan tanggung jawab. Dalam Islam, Ghirah dalam rumah tangga berperan penting untuk menjaga kesucian dan kehormatan pasangan. Seorang suami atau istri yang memiliki Ghirah akan merasa bertanggung jawab terhadap perilaku pasangannya, serta memastikan batas-batas syariat tetap dijaga.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam menunjukkan teladan Ghirah dalam kehidupan rumah tangganya. Beliau tidak mengumbar kecemburuan buta, namun tetap menjaga kehormatan istri-istrinya dengan penuh kasih sayang. Dalam beberapa riwayat, para sahabat juga menunjukkan ghirah yang tinggi namun tetap dalam koridor akhlak mulia.

Namun penting dipahami, Ghirah bukan berarti posesif berlebihan atau mengekang pasangan secara tidak rasional. Ghirah yang sehat justru menciptakan rasa aman, karena masing-masing pasangan merasa dijaga dan dihargai. Suami menjaga aurat istri dan melindunginya dari fitnah, istri menjaga kehormatan rumah tangga dan tidak membuka celah perselingkuhan.

Di era digital saat ini, Ghirah sangat relevan. Konten yang vulgar, pergaulan bebas, hingga media sosial bisa menjadi ancaman bagi keharmonisan rumah tangga. Di sinilah pentingnya ghirah sebagai pagar cinta yang kokoh. Bukan karena curiga, tapi karena sayang dan ingin menjaga.

Maka, tanamkanlah Ghirah dalam rumah tangga kita, agar cinta tidak hanya bersemi, tapi juga terjaga dalam naungan ridha Allah.

Wallahu 'Alam Bishshawab...

Demikian sedikit tulisan yang Allah mudahkan bagi kami untuk menyusunnya, semoga bermanfaat bagi penulis dan juga segenap pembaca.

Barakallah ..... semoga bermanfaat

-----------------NB----------------

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.

Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa  Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.

Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. 

Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit &  kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.

Yaa Allah... Yaa Robbana...! Ijabahkanlah Do'a-do'a kami, Tiada daya dan upaya kecuali dengan Pertolongan-MU, karena hanya kepada-MU lah tempat Kami bergantung dan tempat Kami memohon Pertolongan.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏



Artikel Abah Luky
Edit:  Ndik

#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar