Menu

Selasa, 20 Desember 2022

ANATOMI JIWA ULAMA
( Bag 1 )

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Saudaraku...! 

Hari ini  Rabu 26 Jumadil Awal  1444 H / 21 Desember  2022.

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Saudaraku....!

Rasa takut kepada Allah dan kemuliaan akhlaq kepada semua makhluk merupakan kekayaan utama para ulama. Lalu mengapa ada ulama jahat..? Di masa Rasulullah belum ada orang yang disebut ulama, walaupun para sahabat Baginda Nabi Muhammad Salallaahu 'alaihi Wa Sallam banyak yang faqih di bidang agama.

Ali bin Abi Thalib, misalnya adalah seorang yang sangat 'alim, yang karena ketinggian ilmunya disebut-sebut Rasulullah sebagai Baabul 'ilmi, Pintunya Ilmu setelah menyebut dirinya sebagai gudangnya ilmu. 

Ibnu Mas'ud adalah seorang Ahli Tafsir. Ia sangat faham isi al-Qur'an. Bahkan pada masa Rasulullah masih hidup, ia sering diminta untuk membacakan ayat Al-Qur'an agar didengar oleh Rasulullah. Suaranya yang merdu dan penghayatannya yang mantap, menjadikan Rasulullah menangis hingga meleleh air matanya membasahi pipinya.

Ibnu Abbas juga demikian. Meskipun ia sangat belia ketika bersama Rasulullah, tapi kecerdasannya sudah diakui. Bakat keulamaannya sudah dilihat, bahkan disampaikan Rasulullah kepada sahabat lainnya. Meskipun demikian, mereka semua tidak pernah disebut-sebut sebagai ulama, karena sebutan "Sahabat Rasulullah" itu jauh lebih tinggi dan mulia dibandingkan dengan sebutan ulama. 

Menyadari arti pentingnya ulama, sejak awal Rasulullah telah menyiapkan lembaga pendidikan khusus buat mereka. Mereka ditempatnya di serambi masjid yang setiap saat bisa mendengarkan langsung khutbah, ceramah, dan dialog-dialog Rasulullah yang lebih banyak dilakukan di mesjid. Rasulullah secara khusus juga mengajar mereka.

Adalah Abu Hurairah, seorang sahabat yang bergabung dalam barisan Islam hampir pada masa-masa akhir kehidupan Rasulullah. Akan tetapi karena intensitasnya bertemu dengan Rasulullah di masjid dan dalam pertemuan-pertemuan lainnya, maka dari dirinya terkumpul ribuan hadits. Ia adalah Perawi Hadist yang sangat produktif. Hal itu sangat dimungkinkan karena setelah keislamannya, Abu Hurairah mengabdikan sepenuhnya pada ilmu dengan cara hidup di serambi masjid Nabawi sebagai Ahlus-Suffah

Jika pada masa sahabat sudah banyak orang yang layak disebut sebagai ulama, meskipun tak pernah menyandang gelar ulama, maka pada masa tabi'in lebih banyak lagi orang yang alim di bidang agama. Demikian juga pada masa tabi't-tabi'in, jumlah orang yang alim menjadi berlipat ganda. Mereka itulah yang kemudian dikenal dalam khazanah Islam sebagai Ulama Salaf, sedangkan para ulama yang terlahir setelah priode-priode awal itu disebut sebagai Ulama Khalaf. Sebutan salaf dan khalaf tidak lebih dari sekadar istilah yang membedakan mereka dari segi waktu saja. 

Meskipun demikian, karena kedekatannya dengan masa Rasulullah, perbedaan waktu itu akhirnya juga menjadi sangat penting. Yang berarti bahwa ulama salaf lebih memiliki otoritas dibandingkan dengan ulama khalaf. 

Para ulama, baik yang salaf maupun yang khalaf mempunyai kedudukan khusus di masyarakat. Meskipun mereka tidak memiliki otoritas dalam kekuasaan tapi pengaruh mereka sangat kuat. Bisa dikatakan bahwa mereka adalah pemimpin informal, bahkan pada saat-saat tertentu mereka disebut sebagai penguasa bayangan. 

Posisi strategis ulama inilah yang seringkali menjadi ajang perebutan. Para penguasa di segala zaman selalu menarik ulama mendekati Kekuasaan. Ada yang berhasil direkrut dan dijadikan alat kekuasaan. Tapi tidak sedikit di antara mereka yang lebih berhati-hati dengan cara mengambil jarak dengan kekuasaan. Sebagian lagi lebih suka menjadi Oposan, yang selalu mengambil jalan yang berseberangan dengan kekuasaan. 

Ketiga kelompok itu mempunyai alasan masing-masing, sebab jauh dekatnya mereka dari kekuasaan bukan hal yang subtantif. Yang subtansif adalah, apakah mereka, baik yang mengambil jalan mendekat atau menjauh dengan kekuasaan itu telah menjalankan fungsinya sebagai ulama..? Apakah dengan kedekatan atau kejauhan mereka itu bisa menjalankan missinya sebagai ulama...? 

Rasulullah ketika meninggal dunia tidak mewariskan apa-apa, kecuali ilmu kepada ummatnya. Para ulama, yaitu orang-orang yang banyak memperoleh ilmu yang diajarkan Rasulullah, disebut sebagai Pewaris Nabi. Hadits Nabi juga menyebutnya demikian, "al-'Ulama'u waratsatul anbiyaa (para Ulama itu adalah pewaris para Nabi.")

Wallahu 'Alam Bishshowab

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah...

Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.

Yaa Allah...

Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa  Ghani .. Yaa Fattah ... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.

Yaa Allah... Yaa Robbana...! Ijabahkanlah Do'a-do'a kami, Tiada daya dan upaya kecuali dengan Pertolongan-MU, karena hanya kepada-MU lah tempat Kami bergantung dan tempat Kami memohon Pertolongan.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏

Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar