(Sebuah Catatan untuk Memilih Calon Pemimpin Muslim)
بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Saudaraku....!
Hari ini Ahad 13 Jumadil-Akhir 1446 H / 15 Desember 2024
Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.
Saudaraku...!
Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.
Saudaraku...!
Dalam masyarakat beradab, kepemimpinan dibangun atas dasar konteks nilai-nilai kearifan lokal. Jika budaya dan kearifan lokal dikaitkan dengan aktivitas kepemimpinan, maka ia menjadi sebuah entitas yang tidak bisa dipisahkan.
Kepemimpinan tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial masyarakat yang dianut. Ia tidak bisa dipermasalahkan, tetapi ia harus diarahkan atau bahkan diintegrasikan. Salah satu ciri kearifan lokal adalah memiliki tingkat solidaritas yang tinggi atas lingkungannya.
Dalam khasanah sosiologis Islam, Ibnu Khaldun dikenal sebagai peletak dasar teori solidaritas masyarakat atau dikenal dengan teori 'Ashabiyat. Teori ini merupakan pengejawantahan dari teori harmoni ka al-jasad al-wahid dalam ajaran Islam, yang menggambarkan kelaziman saling melindungi dan mengembangkan potensi serta saling mengisi dan membantu di antara sesama. Melalui teori harmoni ka al-jasad al-wahid dimisalkan kehidupan komunitas muslim itu dengan Ka Al-bunyan Yasuddu Ba'duha Ba'dla bagaikan sebuah bangunan, yang antara elemen bangunan yang satu dengan yang lainnya saling memperkokoh— memperkuat Teori 'Ashabiyat— solidaritas kelompok dan konsep ta'awun al-ihsan itu didasarkan atas pemikiran ajaran Islam, yang di dalamnya terkandung norma akidah dan syari'at.
Ibnu Taimiyyah menyatakan agama Islam tidak akan bisa tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan, dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama. Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan kata Imamah. Sedangkan kata yang terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi pemimpin dalam Islam ada delapan istilah, antara lain : Imam dalam Surat Al-Baqarah 124. Khalifah pada Al-Baqarah 30. Malik, Al-Fatihah : 4, Wali pada Al-A'raaf : 3. 'Amir dan Ra'in, Sultan, Rais, dan Ulil 'Amri.
Menurut Quraish Shihab, Imam dan Khalifah dua istilah yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk pemimpin. Kata imam diambil dari kata Amma-Ya'ummu, yang berarti menuju, dan meneladani. Kata khalifah dihilangkan dari kata Khalafa yang pada mulanya berarti “di belakang”. Kata khalifah sering diartikan “pengganti” karena yang menggantikan selalu berada di belakang, atau datang sesudah yang menggantikannya.
Dasar-dasar Kepemimpinan Islam
Pertama, tidak mengangkat orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi orang-orang muslim karena akan mempengaruhi kualitas keberagamaan rakyat yang dipimpinnya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an; Surat An-Nisaa : 144.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ اَتُرِيْدُوْنَ اَنْ تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ عَلَيْكُمْ سُلْطٰنًا مُّبِيْنًا
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukummu)?" (QS. An Nisaa : 144)
Kedua, tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan Agama Islam, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 57.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا دِيْنَكُمْ هُزُوًا وَّلَعِبًا مِّنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ اَوْلِيَاۤءَۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman. (QS. Al Maidah : 57)
Ketiga, pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya, memberikan tugas atau wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya pekerjaan bahkan organisasi yang menuaunginya. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam : “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhori dan Muslim).
Keempat, pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai umatnya, mendoakan dan didoakan oleh umatnya. sebagaimana Sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam : “Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan cintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim).
Kelima, pemimpin harus mengutamakan, membela dan mendahulukan kepentingan umat, menegakkan keadilan, melaksanakan syari'at, berjuang menghapus segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dalam Al-Qur'an, Surat Al-Maidah : 8.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Maidah : 8)
Keenam, pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang terkumpul dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat Rasul-rasul-Nya.
Bersambung Ke... Bagian Kedua
Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat
-----------------NB----------------
Saudaraku...!
Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :
Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.
Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.
Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit & kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.
ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم
آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين
وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ
🙏🙏
Sumber : Aplikasi kumpulan tausiah Islam
Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar