IMAM SYAFI’I MEYAKINI BAHWA ALLAH BERADA DI ATAS ARSY
Dr. Musyaffa Addariny, Lc., M.A.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Saudaraku....!
Hari ini Senin 28 Dzulqaidah 1446 H /26 Mei 2025
Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.
Saudaraku...!
Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.
Hadirin yang dirahmati Allah....
Imam
Syafi’i (wafat 204 H) dan guru senior beliau Imam Malik (wafat 179 H), meyakini
bahwa Allah berada di atas Arsy.
Begitu pula Imam Abu Hanifah (wafat 150 H), Imam Ahmad (wafat 241 H), dan para Imam Ahlussunnah lainnya, semoga Allah merahmati mereka semua.
*************
Inilah
fakta sejarah yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun yang jujur dan
objektif.
Imam
Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan:
“Makna
firman Allah dalam kitab-Nya:
مَنْ فِي
السَّمَاءِ
“…Dzat
yang berada di atas langit…” (Qs. Al Mulk: 16).
di
atas Arsy, sebagaimana Dia firmankan:
الرَّحْمَنُ
عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah
yang Maha Pengasih itu berada di atas Arsy” (QS. Thaha: 5).
Maka,
Allah itu di atas Arsy sebagaimana yang Dia kabarkan sendiri, tanpa perlu
mempersoalkan bagaimananya.
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak
ada sesuatu pun yang sama dengan-Nya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Asy-Syuro: 11) [lihat: Manaqibusy
Syafi’i lil Baihaqi 1/397-398].
Perhatikanlah
bagaimana Imam Syafi’i rahimahullah mengumpulkan dua ayat di atas. Itu
menunjukkan bahwa dua ayat itu saling melengkapi, dan tidak boleh
dipertentangkan.
Kesimpulan
dari dua ayat itu menurut Imam Syafi’i rahimahullah adalah, bahwa “Allah
tidak sama dengan makhluk dalam keberadaan-Nya di atas Arsy.”
Inilah
pemahaman yang harus kita teladani, bukan malah mempertentangkan dua ayat
tersebut, dan mengatakan: karena Allah tidak sama dengan makhluk, maka Allah
tidak berada di atas Arsy.
Inilah
yang menjadikan Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan: “tanpa mempersoalkan
bagaimananya”, karena mempersoalkan hal itu akan menggiring orang untuk
mempertentangkan dua ayat tersebut, lalu menafikan keberadaan Allah di atas
Arsy-Nya.
Ini
pula yang menjadikan Imam Malik rahimahullah membid’ahkan pertanyaan tentang
‘bagaimana’ keberadaan Allah di atas Arsy-Nya [Lihat: Al-Asma was Sifat lil
Baihaqi 2/360].
Karena
memang hal itu tidak pernah dipersoalkan oleh para sahabat radhiallahu anhum,
dan kita juga tidak akan tahu jawabannya, bagaimanapun kita mengusahakannya,
karena itu adalah hal gaib, dan kita tidak boleh mengatakan satu huruf pun
tentang itu, kecuali dari sumber yang maksum.
Contoh
mudahnya: kita tahu ada kurma di surga dan kita juga tahu bahwa nikmat di surga
tidak sama dengan nikmat di dunia. Bolehkah kita mempersoalkan ‘bagaimana’
hakikat kurma itu? Lalu setelah itu, kita mentakwilnya atau menafikannya? Tentu
tidak boleh.
Kita
akan tetap mengatakan, bahwa ada kurma di surga, walaupun kita tidak tahu
bagaimana detilnya, tapi yang jelas kurma itu jauh lebih baik dan lebih enak
dari kurma yang ada di dunia.
Seperti
inilah para ulama salaf memahami semua kabar gaib, baik tentang Allah jalla
wa’ala, malaikat, alam kubur, timbangan amal, shirat, surga, neraka, dan
hal-hal gaib lainnya, karena mereka-reka hal itu tanpa sumber yang maksum akan
menjatuhkan seseorang pada kesalahan.
Imam
Abu Hanifah rahimahullah juga meyakini bahwa Allah berada di atas Arsy, beliau
mengatakan:
من لم يقر
أن الله على العرش قد كفر لأن الله تعالى يقول {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى}
وعرشه فوق سبع سموات
“Orang
yang tidak mengikrarkan bahwa Allah di atas Arsy, maka dia telah kufur, karena
Allah ta’ala berfirman (yang artinya): ‘Allah yang maha pengasih itu berada di
atas Arsy’ (Qs. Thaha:
5), dan Arsy-Nya itu berada di atas langit yang tujuh” [Lihat: Kitabul
‘Arsy lidz Dzahabi 2/178].
Lihatlah,
bagaimana kerasnya pengingkaran beliau dalam masalah ini, karena beliau hidup
di zaman yang tergolong masih awal dalam sejarah Islam, beliau lahir tahun 80
H, masih ada beberapa sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam yang hidup
ketika itu, sehingga kesesatan dalam bidang akidah ketika itu masih tergolong
sedikit. Wajar bila ‘mengingkari keberadaan Allah di atas Arsy’ dianggap kufur
saat itu.
Adapun
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, maka beliau juga sama dengan imam-imam
ahlussunnah sebelumnya dalam meyakini keberadaan Allah di atas Arsy-Nya.
Dalam
bantahannya kepada kelompok Jahmiyah, beliau mengatakan:
أنكرتم
أن يكون الله على العرش وقد قال تعالى الرحمن على العرش استوى
“Mengapa
kalian mengingkari bahwa Allah berada di atas Arsy? Padahal Dia sendiri telah
mengatakan: ‘Allah yang maha pengasih itu berada di atas Arsy’ (Qs. Thaha: 5)” [lihat: Arradd alaz
Zanadiqah, hal 287].Beliau juga dengan tegas mengatakan:
وهو على
العرش وقد أحاط علمه بما دون العرش ولا يخلو من علم الله مكان
“Dia
berada di atas Arsy, tapi pengetahuan-Nya meliputi apapun yang ada di
bawah Arsy, tidak ada satupun tempat yang luput dari pengetahuan-Nya” [Lihat: Arrad alaz Zanadiqah, hal 293].
Bahkan,
inilah akidah seluruh ulama Ahlussunnah di masa awal-awal Islam, Imam Ibnu
Abdil Barr rahimahullah (wafat 463 H) mengatakan:
أهل السنة
مجموعون على الإقرار بالصفات الواردة كلها في القرآن والسنة والإيمان بها وحملها على
الحقيقة لا على المجاز إلا أنهم لا يكيفون شيئا من ذلك ولا يحدون فيه صفة محصورة وأما
أهل البدع والجهمية والمعتزلة كلها والخوارج فكلهم ينكرها ولا يحمل شيئا منها على الحقيقة
ويزعمون أن من أقر بها مشبه وهم عند من أثبتها نافون للمعبود والحق فيما قاله القائلون
بما نطق به كتاب الله وسنة رسوله وهم أئمة الجماعة والحمد لله
“Ahlussunnah
telah ber-ijma’ (sepakat), dalam mengikrarkan dan mengimani semua sifat-sifat
Allah yang datang dalam Alquran dan Assunnah.
Mereka
memaknai sifat-sifat itu dengan makna hakiki, bukan dengan makna majazi, dan
mereka tidak mem-bagaimana-kan satupun dari sifat-sifat itu. Mereka juga tidak
membatasi Allah dengan sifat yang terbatas.
Adapun
para ahli bid’ah, Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Khawarij: mereka semua mengingkari
sifat-sifat itu, mereka tidak memaknainya dengan makna hakiki, bahkan
beranggapan bahwa orang yang mengikrarkan sifat-sifat itu sebagai ‘musyabbih’
(orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk). Sebaliknya, mereka di mata
orang-orang yang menetapkan sifat-sifat itu adalah orang-orang yang meniadakan
sesembahannya.
Dan
kebenaran ada di pihak mereka yang mengatakan dengan apa yang dikatakan oleh
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, merekalah para imam (ahlussunnah wal) jama’ah,
walhamdulillah”. [Lihat: Attamhid libni Abdil Barr 7/145].
Jadi, jika Anda merasa asing di zaman akhir ini, karena berpegang teguh dengan akidah ini, maka tidak perlu bersedih, karena sebenarnya Anda telah bersama seluruh ulama ahlussunnah wal jama’ah di zaman awal Islam.
Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat
_________
Tulisan Ustadz DR.
Musyaffa’ Ad Dariny -hafizhahullah- dengan sedikit editan dari redaksi
muslim.or.id.
-----------------NB----------------
Saudaraku...!
Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :
Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.
Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.
Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit & kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.
ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم
آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين
وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ
🙏🙏
Sumber : Aplikasi kumpulan tausiah Islam
Artikel www.rumaysho.com
Edit: Ndik
#NgajiBareng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar