(Bagian 1)
Saudaraku...!
Hari ini Jum;at, 12 Syawal 1443 H / 13 Mei 2022.
Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.
Saudaraku...!
Ada seorang Kyai pemilik sebuah pesantren kecil yang punya seekor burung Beo. Burung beo ini pandai sekali bercakap-cakap. Dia memang dipelihara sejak masih kecil oleh Kyai tersebut. Sebut saja namanya Kyai Haji Mustafa.
Kyai Haji Mustafa ini sangat sayang pada burung beonya. Burung beo ini ditaruhnya di depan kamarnya yang memang menghadap teras sekaligus menghadap bangsal kelas pesantrennya. Jadi, hampir tiap pagi hingga sore burung beo tersebut mendengar suara anak-anak pesantren tadarrus Al Quran dan ditambah dengan tiap malam mendengar ceramah agama islam yang memang dilakukan setiap sepuluh menit menjelang waktu tidur. Karenanya, tidak heran kalau burung beo itu selalu melafalkan kalimat-kalimat Thayibah setiap kali dia mengeluarkan suara-suara yang meniru suara manusia. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, rasanya sudah sering keluar dari mulut burung tersebut.
Tentu saja dengan suara pelo khas burun. Bahkan, jika burung itu sedang tidur lalu ada yang mengagetkannya, maka burung tersebut langsung spontan mengeluarkan kalimat “Astaghfirullah.”. Hal ini membuat Kyai Mustafa kian sayang pada burungnya tersebut. Murid-murid di pesantren itu, karena melihat gurunya begitu sayang, juga ikut menyayangi si burung dan merawat serta menjaganya dengan sebaik mungkin.
Suatu hari, di siang hari yang panas terik, ketika Kyai Mustafa sedang istirahat di kamarnya tiba-tiba dia mendengar sebuah suara yang tidak asing di telinganya.
“KWAAAKKKK..” Begitu bunyinya. Itu adalah suara khas seekor burung Beo. Spontan Kyai Mustafa melompat dari tidur siangnya dan berlari menghampiri si Burung Beo. Ada apakah gerangan? Ternyata, seekor kucing besar telah menerkam burung beonya. Kucing itu segera berlari melihat kehadiran Haji Mustafa. Darah berceceran di mana-mana dan leher burung beo yang malang itu nyaris terputus. Lidah si Beo menjulur ke luar. Burung kesayangan telah pergi menghadap Allah SWT. Haji Mustafa terpaku melihatnya, hilang kata-katanya, bahkan kesedihan pun tak langsung terasakan karena rasa terkejutnya itu. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Hanya itu kalimat yang sempat meluncur dari mulutnya.
Hari-hari selanjutnya, Haji Mustafa jadi terlihat murung. Dia tampak semakin sering menyendiri dan mengasingkan diri dari keramaian sekitarnya. Murid-muridnya ikut sedih dan berduka. Melihat gurunya sedih, semua murid di pesantren itu juga ikut sedih dan tak bergairah. Mereka berusaha mencari tahu bagaimana caranya agar guru mereka kembali bersemangat seperti dahulu. Karena biar bagaimanapun, yang mati tidak akan kembali. Maka mereka semua bersepakat untuk membelikan seekor burung Beo yang baru yang juga sudah pandai berkata-kata. Hadiah itu diberikan pada sang guru dengan harapan bisa menghilangkan kesedihan sang guru.
Demi melihat hadiah dari murid-muridnya, Haji Mustafa termenung. Ditatapnya semua muridnya satu persatu.
“Tahukan kalian, mengapa aku bersedih dan sering menyendiri setelah kepergiaan burung beoku?” Murid-muridnya menggeleng. Dalam hati mereka berkata, apakah hadiah yang mereka berikan tidak memenuhi standar yang dikehendaki gurunya...?
“Aku bersedih bukan karena kehilangan si Beo. Bukan anak-anak. Aku bersedih karena aku berada di dekat si Beo ketika nyawanya meregang. Aku terkejut, karena si Beo yang lidahnya sudah sangat fasih mengucapkan kalimat Thoyibah, yang mulutnya tak henti memuji Allah bahkan yang terkejutnya pun tak pernah lupa pada nama Allah, ternyata di akhir hidupnya, yang keluar dari mulutnya bukan nama Allah. Burung Beo itu lupa dengan semua kalimat Thoyyibah yang sudah dihapalnya justru di akhir hidupnya. Aku sedih, sangat sedih karena aku takut, jika malaikat datang mencabut nyawaku, aku takut akupun seperti si Beo. Lupa pada Allah.” Naudzubillahi min dzaliik.
Hmm… itu cerita Haji Mustafa dan burung beonya seputar masalah kematian.
Semoga Bermanfaat
(Bersambung...)
Wallahu'Alam Bishshowab
Saudaraku...!
Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :
Yaa Allah...
Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a :
Yaa Allah...
Kami memohon KepadaMu :
Karuniakanlah kami Umur Panjang yang Berkah...Iman yang Sempurna, Ilmu yang Bermanfaat, Rizki yang Halalan Thoyiban, Anak yang Sholeh dan Sholehah, Keluarga yang Bahagia, Do'a yang Mustajab, Kesehatan yang Berkesinambungan, Keselamatan dan Kesejahteraan di Dunia dan Akherat serta Ridhailah Semua Ibadah Kami
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَقِيَمَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَتِلَاوَتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم
آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
🙏🙏
Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar