DAMPAK BURUK MAKSIAT: PELAJARAN DARI IBNUL QAYYIM
Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
(Bagian 4)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Saudaraku....!
Hari ini Ahad, 14 Syawal 1446 H /13 April 2025
Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.
Saudaraku...!
Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.
Hadirin yang dirahmati Allah....
21. Maksiat Membuat Terhalang dari Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Doa Para Malaikat
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
وَمِنْهَا: حِرْمَانُ دَعْوَةِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَدَعْوَةِ الْمَلَائِكَةِ، فَإِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ أَمَرَ نَبِيَّهُ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَقَالَ تَعَالَى: {الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ – رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ – وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ وَمَنْ تَقِ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ} [سُورَةُ غَافِرٍ: ٧ – ٩] . فَهَذَا دُعَاءُ الْمَلَائِكَةِ لِلْمُؤْمِنِينَ التَّائِبِينَ الْمُتَّبِعِينَ لِكِتَابِهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ الَّذِينَ لَا سَبِيلَ لَهُمْ غَيْرُهُمَا، فَلَا يَطْمَعُ غَيْرُ هَؤُلَاءِ بِإِجَابَةِ هَذِهِ الدَّعْوَةِ، إِذْ لَمْ يَتَّصِفْ بِصِفَاتِ الْمَدْعُوِّ لَهُ بِهَا، وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ.
Di antara dampak dosa adalah terhalangnya seseorang dari doa Rasulullah ﷺ dan doa para malaikat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan Nabi-Nya untuk memohonkan ampunan bagi kaum mukminin dan mukminat. Allah Ta’ala berfirman,
“(Para malaikat) yang memikul Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabb mereka dan beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata): ‘Wahai Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu. Maka, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu serta lindungilah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala. Wahai Rabb kami, masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka beserta orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Dan lindungilah mereka dari (balasan) keburukan. Barang siapa yang Engkau lindungi dari (balasan) keburukan pada hari itu, maka sungguh, Engkau telah memberinya rahmat. Dan itulah kemenangan yang agung.’” (QS. Ghafir [40]: 7-9)
Ayat ini menjelaskan doa para malaikat untuk orang-orang beriman yang bertobat dan mengikuti kitab-Nya serta sunnah Rasul-Nya. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki jalan keselamatan kecuali dengan mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah.
Selain mereka, tidak ada yang berhak mengharapkan terkabulnya doa ini, karena mereka tidak memiliki sifat-sifat yang disebutkan dalam doa tersebut. Hanya mereka yang bertobat, mengikuti jalan kebenaran, dan menjaga keimanan yang akan mendapatkan doa dan ampunan dari para malaikat. Semoga Allah memberikan pertolongan-Nya.
(Lihat Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 96)
22. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermimpi tentang hukuman bagi pelaku maksiat
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
وَمِنْ عُقُوبَاتِ الْمَعَاصِي مَا رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ مِنْ حَدِيثِ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مِمَّا يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ لِأَصْحَابِهِ: هَلْ رَأَى أَحَدٌ مِنْكُمُ الْبَارِحَةَ رُؤْيَا؟ فَيَقُصُّ عَلَيْهِ مَنْ شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُصَّ، وَأَنَّهُ قَالَ لَنَا ذَاتَ غَدَاةٍ: إِنَّهُ أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ، وَإِنَّهُمَا انْبَعَثَا لِي، وَإِنَّهُمَا قَالَا لِي: انْطَلِقْ وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا، وَإِنَّا أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِصَخْرَةٍ، وَإِذَا هُوَ يَهْوِي بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ، فَيَثْلَغُ رَأْسَهُ فَيَتَدَهْدَهُ الْحَجَرُ هَاهُنَا فَيَقَعُ الْحَجَرُ، فَيَأْخُذُهُ، فَلَا يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتَّى يُصْبِحَ رَأْسُهُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُودُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الْمَرَّةِ الْأُولَى، قَالَ:قُلْتُ لَهُمَا: سُبْحَانَ اللَّهِ مَا هَذَانِ؟ قَالَا لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ.فَانْطَلَقْنَا، فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوبٍ مِنْ حَدِيدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ وَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ، ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلَى الْجَانِبِ الْآخَرِ، فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ بِالْجَانِبِ الْأَوَّلِ، فَمَا يَفْرَغُ مِنْ ذَلِكَ الْجَانِبِ حَتَّى يُصْبِحَ ذَلِكَ الْجَانِبُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُودُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الْمَرَّةِ الْأُولَى، قَالَ: قُلْتُ: سُبْحَانَ اللَّهِ! مَا هَذَانِ؟ فَقَالَا لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ.
Di antara hukuman atas perbuatan maksiat adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya dari hadits Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata:
“Rasulullah ﷺ sering bertanya kepada para sahabatnya, ‘Adakah di antara kalian yang tadi malam melihat mimpi?’ Maka, siapa saja yang dikehendaki Allah akan menceritakan mimpinya kepada beliau. Suatu pagi, Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami: ‘Tadi malam, dua malaikat datang kepadaku. Keduanya mengajakku pergi, dan aku pun berangkat bersama mereka.’
Beliau ﷺ melanjutkan:
‘Kami sampai pada seorang pria yang sedang berbaring terlentang. Di dekatnya ada pria lain berdiri sambil memegang sebuah batu besar. Pria yang berdiri itu menjatuhkan batu ke kepala pria yang berbaring hingga kepala pria tersebut pecah. Kemudian, batu itu menggelinding, dan pria yang berdiri tersebut mengambilnya kembali. Ketika ia kembali ke pria yang berbaring, kepala pria itu telah pulih seperti sediakala. Lalu, ia mengulangi perbuatannya, menghancurkan kepala pria tersebut seperti sebelumnya. Aku pun bertanya kepada kedua malaikat itu, “Subhanallah! Apa ini?” Mereka menjawab, “Mari kita lanjutkan perjalanan.”Beliau ﷺ melanjutkan kisahnya:
‘Kami pun melanjutkan perjalanan dan sampai pada seorang pria yang berbaring telentang, sementara ada pria lain berdiri di dekatnya dengan sebuah alat dari besi seperti kail. Pria yang berdiri tersebut menarik sisi wajah pria yang berbaring, dari sudut mulut hingga ke belakang kepalanya, dari lubang hidung hingga ke belakang kepalanya, dan dari matanya hingga ke belakang kepalanya. Setelah itu, ia beralih ke sisi lainnya dan melakukan hal yang sama. Sementara ia sedang menyelesaikan sisi kedua, sisi pertama telah kembali seperti sediakala. Kemudian, ia kembali mengulangi perbuatannya sebagaimana yang ia lakukan sebelumnya.’
Aku pun bertanya lagi kepada kedua malaikat itu, ‘Subhanallah! Apa ini?’ Mereka menjawab, ‘Mari kita lanjutkan perjalanan.’”
فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلَى مِثْلِ التَّنُّورِ، وَإِذَا فِيهِ لَغَطٌ وَأَصْوَاتٌ، قَالَ: فَاطَّلَعْنَا فِيهِ، فَإِذَا فِيهِ رِجَالٌ وَنِسَاءٌ عُرَاةٌ، وَإِذَا هُمْ يَأْتِيهِمْ لَهَبٌ مِنْ أَسْفَلَ مِنْهُمْ، فَإِذَا أَتَاهُمْ ذَلِكَ اللَّهَبُ ضَوْضَوْا، فَقَالَ: قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: فَقَالَا لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ.
فَانْطَلَقْنَا، فَأَتَيْنَا عَلَى نَهْرٍ أَحْمَرَ مِثْلِ الدَّمِ، فَإِذَا فِي النَّهْرِ رَجُلٌ سَابِحٌ يَسْبَحُ، وَإِذَا عَلَى شَطِّ النَّهْرِ رَجُلٌ قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ حِجَارَةً كَثِيرَةً، وَإِذَا ذَلِكَ السَّابِحُ يَسْبَحُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَسْبَحَ، ثُمَّ يَأْتِي ذَلِكَ الَّذِي قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ الْحِجَارَةَ فَيَفْغَرُ لَهُ فَاهُ فَيُلْقِمُهُ حَجَرًا، فَيَنْطَلِقُ فَيَسْبَحُ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَيْهِ كُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهِ، فَيَفْغَرُ لَهُ فَاهُ فَيُلْقِمُهُ حَجَرًا، قُلْتُ لَهُمَا: مَا هَذَانِ؟ قَالَا لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ.
فَانْطَلَقْنَا، فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ كَرِيهِ الْمَرْآةِ، أَوْ كَأَكْرِهِ مَا أَنْتَ رَاءٍ رَجُلًا مَرْأًى، وَإِذَا هُوَ عِنْدَهُ نَارٌ يَحُثُّهَا وَيَسْعَى حَوْلَهَا، قَالَ:قُلْتُ لَهُمَا: مَا هَذَا؟ قَالَ: قَالَا لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ.
Rasulullah ﷺ melanjutkan:
“Kemudian, kami berjalan lagi hingga sampai pada suatu tempat yang menyerupai sebuah tanur (seperti tungku pembakaran). Di dalamnya terdengar suara gaduh dan teriakan. Kami pun melihat ke dalamnya, dan ternyata di dalamnya terdapat laki-laki dan perempuan dalam keadaan telanjang. Dari bawah mereka muncul api yang menyala-nyala. Ketika api itu menyentuh mereka, mereka pun menjerit-jerit kesakitan. Aku bertanya, ‘Siapa mereka ini?’ Namun, kedua malaikat itu berkata kepadaku, ‘Mari kita lanjutkan perjalanan.’
Beliau ﷺ melanjutkan:
‘Kami pun melanjutkan perjalanan hingga sampai pada sebuah sungai yang airnya berwarna merah seperti darah. Di dalam sungai tersebut, ada seorang pria berenang. Di tepi sungai, terdapat seorang pria lain yang telah mengumpulkan banyak batu di sekelilingnya. Pria yang berenang tersebut terus berenang sejauh yang ia mampu. Ketika ia kembali mendekati pria di tepi sungai, pria itu membuka mulutnya, dan pria yang di tepi sungai memasukkan sebuah batu ke dalam mulutnya. Setelah itu, pria yang berenang tersebut kembali berenang menjauh. Setiap kali ia kembali, hal yang sama terjadi. Aku bertanya, ‘Siapa mereka ini?’ Namun, kedua malaikat itu berkata kepadaku, ‘Mari kita lanjutkan perjalanan.’
Beliau ﷺ melanjutkan:
‘Kami pun berjalan lagi hingga sampai pada seorang pria yang sangat buruk rupanya, bahkan penampilannya adalah yang paling mengerikan yang pernah aku lihat. Ia berada di dekat api yang menyala-nyala. Ia terus menyalakan api tersebut dan berlari-lari mengelilinginya. Aku bertanya, ‘Siapa dia ini?’ Namun, kedua malaikat itu berkata kepadaku, ‘Mari kita lanjutkan perjalanan.’”
فَانْطَلَقْنَا عَلَى رَوْضَةٍ مُعَتَمَّةٍ فِيهَا مِنْ كُلِّ نُورِ الرَّبِيعِ، وَإِذَا بَيْنَ ظَهَرَانَيِ الرَّوْضَةِ رَجُلٌ طَوِيلٌ، لَا أَكَادُ أَرَى رَأْسَهُ طُولًا فِي السَّمَاءِ، وَإِذَا حَوْلَ الرَّجُلِ مِنْ أَكْثَرِ وِلْدَانٍ رَأَيْتُهُمْ قَطُّ، قَالَ: قُلْتُ: مَا هَذَا؟ وَمَا هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: قَالَا لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ.
فَانْطَلَقْنَا، فَأَتَيْنَا إِلَى دَوْحَةٍ عَظِيمَةٍ لَمْ أَرَ دَوْحَةً قَطُّ أَعْظَمَ مِنْهَا، وَلَا أَحْسَنَ، قَالَ: قَالَا لِي: ارْقَ فِيهَا، فَارْتَقَيْنَا فِيهَا إِلَى مَدِينَةٍ مَبْنِيَّةٍ بِلَبِنٍ ذَهَبٍ، وَلَبِنٍ فِضَّةٍ، قَالَ: فَأَتَيْنَا بَابَ الْمَدِينَةِ، فَاسْتَفْتَحْنَا، فَفُتِحَ لَنَا، فَدَخَلْنَاهَا، فَتَلَقَّانَا رِجَالٌ، شَطْرٌ مِنْ خَلْقِهِمْ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاءٍ، وَشَطْرٌ مِنْهُمْ كَأَقْبَحِ مَا أَنْتَ رَاءٍ، قَالَ: قَالَا لَهُمْ: اذْهَبُوا فَقَعُوا فِي ذَلِكَ النَّهَرِ،قَالَ: وَإِذَا نَهَرٌ مُعْتَرِضٌ يَجْرِي كَأَنَّ مَاءَهُ الْمَحْضُ فِي الْبَيَاضِ، فَذَهَبُوا فَوَقَعُوا فِيهِ، ثُمَّ رَجَعُوا إِلَيْنَا، قَدْ ذَهَبَ ذَلِكَ السُّوءُ عَنْهُمْ، قَالَ: قَالَا لِي: هَذِهِ جَنَّةُ عَدْنٍ وَهَا ذَاكَ مَنْزِلُكَ.قَالَ: فَسَمَا بَصْرِي صُعُدًا، فَإِذَا قَصْرٌ مِثْلُ الرَّبَابَةِ الْبَيْضَاءِ، قَالَ: قَالَا لِي: هَذَا مَنْزِلُكَ، قُلْتُ لَهُمَا: بَارَكَ اللَّهُ فِيكُمَا، فَذَرَانِي فَأَدْخُلُهُ، قَالَا: أَمَّا الْآنَ فَلَا، وَأَنْتَ دَاخِلُهُ.
قُلْتُ لَهُمَا: فَإِنِّي رَأَيْتُ مُنْذُ اللَّيْلَةِ عَجَبًا، فَمَا هَذَا الَّذِي رَأَيْتُ؟ قَالَ: قَالَا لِي: أَمَا إِنَّا سَنُخْبِرُكَ.
أَمَّا الرَّجُلُ الْأَوَّلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِالْحَجَرِ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَأْخُذُ الْقُرْآنَ فَيَرْفُضُهُ، وَيَنَامُ عَنِ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ.وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنُهُ إِلَى قَفَاهُ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو إِلَى بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكَذْبَةَ تَبْلُغُ الْآفَاقَ.
“Kami melanjutkan perjalanan hingga tiba di sebuah taman yang sangat hijau, penuh dengan keindahan musim semi dari segala sisi. Di tengah-tengah taman itu, terdapat seorang pria yang sangat tinggi, hingga aku hampir tidak bisa melihat kepalanya karena menjulang ke langit. Di sekeliling pria itu terdapat anak-anak dalam jumlah yang sangat banyak, lebih banyak daripada yang pernah aku lihat sebelumnya. Aku bertanya kepada kedua malaikat itu, ‘Siapa pria ini, dan siapa anak-anak ini?’ Mereka menjawab, ‘Mari kita lanjutkan perjalanan.’
Beliau ﷺ melanjutkan:
“Kami pun pergi hingga tiba di sebuah pohon besar yang sangat megah. Aku belum pernah melihat pohon yang lebih besar atau lebih indah darinya. Kedua malaikat itu berkata kepadaku, ‘Naiklah.’ Maka, kami naik ke atas pohon tersebut hingga sampai pada sebuah kota yang dibangun dengan bata dari emas dan perak. Kami mendekati pintu kota tersebut, lalu memintanya dibuka, dan pintu itu pun dibuka untuk kami. Kami masuk ke dalamnya dan mendapati orang-orang yang separuh tubuhnya adalah rupa paling indah yang pernah aku lihat, sementara separuh lainnya adalah rupa paling buruk yang pernah aku lihat. Kedua malaikat itu berkata kepada mereka, ‘Pergilah dan masuklah ke dalam sungai itu.’
Beliau ﷺ melanjutkan:
“Aku melihat sebuah sungai yang mengalir di tengah-tengah kota, airnya berwarna putih seperti susu yang sangat murni. Mereka pun pergi dan masuk ke dalam sungai tersebut. Setelah itu, mereka kembali kepada kami, dan keburukan pada tubuh mereka telah hilang, sehingga mereka menjadi sangat indah. Kedua malaikat itu berkata kepadaku, ‘Ini adalah surga Adn, dan itu adalah tempat tinggalmu.’
Aku pun memandang ke atas dan melihat sebuah istana yang sangat megah, seperti awan putih. Kedua malaikat itu berkata kepadaku, ‘Itulah tempat tinggalmu.’ Aku berkata kepada mereka, ‘Semoga Allah memberkahi kalian berdua. Biarkan aku masuk ke dalamnya.’ Mereka menjawab, ‘Belum sekarang, tetapi kelak engkau akan memasukinya.’Aku berkata kepada mereka, ‘Tadi malam aku telah melihat hal-hal yang menakjubkan. Apa sebenarnya yang telah aku lihat ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menjelaskannya kepadamu.’
Kemudian mereka menjelaskan:
- Pria yang kepalanya dihantam batu hingga pecah: Itu adalah orang yang menerima Al-Qur’an, tetapi kemudian meninggalkannya dan tidak mengamalkannya, serta orang yang tidur meninggalkan shalat wajib.
- Pria yang sudut mulut, hidung, dan matanya dirobek hingga ke belakang kepala: Itu adalah orang yang ketika keluar dari rumahnya, ia berbohong dengan kebohongan yang menyebar ke seluruh penjuru dunia.
- Laki-laki dan perempuan telanjang di dalam tungku seperti tanur: Mereka adalah para pezina laki-laki dan perempuan.
- Pria yang berenang di sungai dan diberi makan batu: Ia adalah pemakan riba.
- Pria yang berwajah buruk di dekat api, menyalakannya, dan berlari mengelilinginya: Ia adalah Malik, penjaga neraka Jahannam.
- Pria tinggi di taman yang indah: Ia adalah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
- Anak-anak yang berada di sekeliling Nabi Ibrahim: Mereka adalah semua anak yang meninggal dalam keadaan fitrah (kesucian). Dalam riwayat Al-Burqani disebutkan bahwa mereka adalah anak-anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak-anak orang musyrik?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Mereka juga termasuk anak-anak yang berada dalam fitrah.”
- Kaum yang separuh tubuhnya tampak indah dan separuhnya tampak buruk: Mereka adalah orang-orang yang mencampuradukkan amal saleh dengan amal buruk. Allah telah memaafkan mereka.(HR. Bukhari, no. 6640)
23. Karena maksiat munculnya berbagai kerusakan di muka bumi
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
الذُّنُوبُ تُحْدِثُ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ وَمِنْ آثَارِ الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي: أَنَّهَا تُحْدِثُ فِي الْأَرْضِ أَنْوَاعًا مِنَ الْفَسَادِ فِي الْمِيَاهِ وَالْهَوَاءِ، وَالزَّرْعِ، وَالثِّمَارِ، وَالْمَسَاكِنِ، قَالَ تَعَالَى: {ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [سُورَةُ الرُّومِ: ٤١] . قَالَ مُجَاهِدٌ: إِذَا وَلِيَ الظَّالِمُ سَعَى بِالظُّلْمِ وَالْفَسَادِ فَيَحْبِسُ اللَّهُ بِذَلِكَ الْقَطْرَ، فَيَهْلِكُ الْحَرْثُ وَالنَّسْلُ، وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ، ثُمَّ قَرَأَ: {ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [سُورَةُ الرُّومِ: ٤١] . ثُمَّ قَالَ: أَمَا وَاللَّهِ مَا هُوَ بَحْرُكُمْ هَذَا، وَلَكِنْ كُلُّ قَرْيَةٍ عَلَى مَاءٍ جَارٍ فَهُوَ بَحْرٌ، وَقَالَ عِكْرِمَةُ: ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ، أَمَا إِنِّي لَا أَقُولُ لَكُمْ: بَحْرُكُمْ هَذَا، وَلَكِنْ كُلُّ قَرْيَةٍ عَلَى مَاءٍ. وَقَالَ قَتَادَةُ: أَمَّا الْبَرُّ فَأَهْلُ الْعَمُودِ، وَأَمَّا الْبَحْرُ فَأَهْلُ الْقُرَى وَالرِّيفِ، قُلْتُ: وَقَدْ سَمَّى اللَّهُ تَعَالَى الْمَاءَ الْعَذْبَ بَحْرًا، فَقَالَ: {وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ} [سُورَةُ فَاطِرٍ: ١٢] .
“Di antara akibat dari dosa dan kemaksiatan adalah munculnya berbagai bentuk kerusakan di bumi, baik pada air, udara, tanaman, buah-buahan, maupun tempat tinggal. Allah Ta’ala berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Mujahid berkata: “Ketika seorang pemimpin yang zalim berkuasa, ia akan menyebarkan kezaliman dan kerusakan. Akibatnya, Allah menahan turunnya hujan, sehingga tanaman dan keturunan pun binasa. Allah tidak menyukai kerusakan.” Kemudian ia membaca firman Allah:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)Setelah itu, Mujahid berkata: “Demi Allah, yang dimaksud laut di sini bukan hanya lautan kalian ini, tetapi setiap daerah yang berada di sekitar air yang mengalir juga disebut laut.”
Ikrimah berkata: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut. Aku tidak mengatakan bahwa yang dimaksud adalah lautan kalian ini, tetapi setiap daerah yang berada di sekitar air.”
Qatadah berkata: “Yang dimaksud dengan ‘darat’ adalah penduduk yang tinggal di daerah pegunungan dan padang pasir, sedangkan ‘laut’ adalah penduduk desa dan perkotaan.”
Aku (Ibnu Qayyim) berkata: *”Allah Ta’ala menyebut air tawar sebagai ‘laut’, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan tidaklah sama dua laut; yang satu tawar, segar, sedap diminum, dan yang lain asin lagi pahit.” (QS. Fatir: 12).”
وَلَيْسَ فِي الْعَالَمِ بَحْرٌ حُلْوٌ وَاقِفٌ، وَإِنَّمَا هِيَ الْأَنْهَارُ الْجَارِيَةُ، وَالْبَحْرُ الْمَالِحُ هُوَ السَّاكِنُ، فَسَمَّى الْقُرَى الَّتِي عَلَيْهَا الْمِيَاهُ الْجَارِيَةُ بِاسْمِ تِلْكَ الْمِيَاهِ. وَقَالَ ابْنُ زَيْدٍ {ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ} قَالَ: الذُّنُوبُ. قُلْتُ: أَرَادَ أَنَّ الذُّنُوبَ سَبَبُ الْفَسَادِ الَّذِي ظَهَرَ، وَإِنْ أَرَادَ أَنَّ الْفَسَادَ الَّذِي ظَهَرَ هُوَ الذُّنُوبُ نَفْسُهَا فَتَكُونُ اللَّامُ فِي قَوْلِهِ: {لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا} لَامَ الْعَاقِبَةِ وَالتَّعْلِيلِ، وَعَلَى الْأَوَّلِ فَالْمُرَادُ بِالْفَسَادِ: النَّقْصُ وَالشَّرُّ وَالْآلَامُ الَّتِي يُحْدِثُهَا اللَّهُ فِي الْأَرْضِ عِنْدَ مَعَاصِي الْعِبَادِ، فَكُلَّمَا أَحْدَثُوا ذَنْبًا أَحْدَثَ اللَّهُ لَهُمْ عُقُوبَةً، كَمَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: كُلَّمَا أَحْدَثْتُمْ ذَنْبًا أَحْدَثَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ سُلْطَانِهِ عُقُوبَةً. وَالظَّاهِرُ – وَاللَّهُ أَعْلَمُ – أَنَّ الْفَسَادَ الْمُرَادَ بِهِ الذُّنُوبُ وَمُوجِبَاتُهَا، وَيَدُلُّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ تَعَالَى: {لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا} فَهَذَا حَالُنَا، وَإِنَّمَا أَذَاقَنَا الشَّيْءَ الْيَسِيرَ مِنْ أَعْمَالِنَا، وَلَوْ أَذَاقَنَا كُلَّ أَعْمَالِنَا لَمَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ.
Di dunia ini, tidak ada laut tawar yang diam, melainkan hanya sungai-sungai yang mengalir. Sementara itu, laut yang asin adalah yang tetap tenang. Oleh karena itu, daerah-daerah yang berada di sekitar aliran air disebut dengan nama air tersebut.Ibnu Zaid menafsirkan firman Allah:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut” (QS. Ar-Rum: 41),
bahwa yang dimaksud dengan kerusakan adalah dosa-dosa.
Aku berkata: “Maksudnya adalah bahwa dosa merupakan penyebab munculnya berbagai kerusakan. Jika yang dimaksud adalah bahwa dosa itu sendiri merupakan bentuk kerusakan, maka huruf ‘ل’ dalam firman-Nya {لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا} bermakna akibat dan alasan. Dengan makna pertama, yang dimaksud dengan kerusakan adalah kekurangan, keburukan, dan bencana yang Allah timpakan di bumi sebagai akibat dari maksiat yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Setiap kali mereka melakukan dosa, Allah menimpakan hukuman kepada mereka, sebagaimana perkataan sebagian ulama salaf: ‘Setiap kali kalian melakukan dosa, Allah menimpakan hukuman kepada kalian melalui penguasa-Nya.’”
Yang tampak—dan Allah lebih mengetahui—adalah bahwa yang dimaksud dengan kerusakan di sini adalah dosa dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah:“Agar Dia merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka.” (QS. Ar-Rum: 41)
Inilah kondisi kita. Allah hanya menimpakan kepada kita sebagian kecil dari akibat perbuatan kita. Jika Allah menimpakan seluruh akibat dari perbuatan kita, maka tidak akan ada satu pun makhluk yang tersisa di bumi ini.
24. Dosa sebagai penyebab berbagai bencana di muka bumi
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
وَمِنْ تَأْثِيرِ مَعَاصِي اللَّهِ فِي الْأَرْضِ مَا يَحِلُّ بِهَا مِنَ الْخَسْفِ وَالزَّلَازِلِ، وَيَمْحَقُ بَرَكَتَهَا، وَقَدْ «مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَلَى دِيَارِ ثَمُودَ، فَمَنَعَهُمْ مِنْ دُخُولِ دِيَارِهِمْ إِلَّا وَهُمْ بَاكُونَ، وَمِنْ شُرْبِ مِيَاهِهِمْ، وَمِنَ الِاسْتِسْقَاءِ مِنْ آبَارِهِمْ، حَتَّى أَمَرَ أَنْ لَا يُعْلَفَ الْعَجِينُ الَّذِي عُجِنَ بِمِيَاهِهِمْ لِلنَّوَاضِحِ، لِتَأْثِيرِ شُؤْمِ الْمَعْصِيَةِ فِي الْمَاءِ،» وَكَذَلِكَ شُؤْمِ تَأْثِيرِ الذُّنُوبِ فِي نَقْصِ الثِّمَارِ وَمَا تَرَى بِهِ مِنَ الْآفَاتِ. وَقَدْ ذَكَرَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ فِي ضِمْنِ حَدِيثٍ قَالَ: وُجِدَتْ فِي خَزَائِنَ بَعْضِ بَنِي أُمَيَّةَ، حِنْطَةٌ، الْحَبَّةُ بِقَدْرِ نَوَاةِ التَّمْرَةِ، وَهِيَ فِي صُرَّةٍ مَكْتُوبٌ عَلَيْهَا: كَانَ هَذَا يَنْبُتُ فِي زَمَنٍ مِنَ الْعَدْلِ، وَكَثِيرٌ مِنْ هَذِهِ الْآفَاتِ أَحْدَثَهَا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِمَا أَحْدَثَ الْعِبَادُ مِنَ الذُّنُوبِ. وَأَخْبَرَنِي جَمَاعَةٌ مِنْ شُيُوخِ الصَّحْرَاءِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَعْهَدُونَ الثِّمَارَ أَكْبَرَ مِمَّا هِيَ الْآنَ، وَكَثِيرٌ مِنْ هَذِهِ الْآفَاتِ الَّتِي تُصِيبُهَا لَمْ يَكُونُوا يَعْرِفُونَهَا، وَإِنَّمَا حَدَثَتْ مِنْ قُرْبٍ.
“Di antara dampak dari maksiat yang dilakukan manusia adalah terjadinya bencana di bumi, seperti tanah longsor dan gempa bumi, serta berkurangnya keberkahan.
Disebutkan dalam hadis bahwa Rasulullah ﷺ melewati perkampungan kaum Tsamud, lalu beliau melarang para sahabat untuk memasuki tempat tinggal mereka kecuali dalam keadaan menangis. Beliau juga melarang mereka meminum air dari sumur-sumur mereka atau menggunakan air itu untuk meminta hujan. Bahkan, beliau memerintahkan agar adonan yang telah dicampur dengan air mereka tidak diberikan kepada hewan ternak, karena air tersebut telah terkena dampak buruk akibat maksiat yang dilakukan oleh penduduknya.
Begitu pula dampak buruk dosa terhadap hasil panen dan buah-buahan, yang menyebabkan munculnya berbagai penyakit dan hama.Imam Ahmad meriwayatkan dalam kitab Musnad-nya bahwa di salah satu perbendaharaan milik Bani Umayyah ditemukan sebutir gandum sebesar biji kurma. Gandum tersebut disimpan dalam sebuah kantong yang bertuliskan: “Dahulu, gandum sebesar ini tumbuh di zaman yang penuh dengan keadilan.” Banyak penyakit dan hama yang muncul akibat dosa-dosa yang dilakukan manusia.
Beberapa ulama dari daerah padang pasir mengisahkan bahwa mereka pernah melihat buah-buahan berukuran lebih besar daripada yang ada sekarang, serta tidak mengenal banyak hama dan penyakit yang kini menyerang tanaman. Semua itu baru terjadi belakangan akibat banyaknya dosa dan maksiat yang dilakukan manusia.”25. Dosa Berpengaruh pada Bentuk Fisik Manusia
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
وَأَمَّا تَأْثِيرُ الذُّنُوبِ فِي الصُّوَرِ وَالْخَلْقِ، فَقَدْ رَوَى التِّرْمِذِيُّ فِي جَامِعِهِ عَنْهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهُ قَالَ: «خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ وَطُولُهُ فِي السَّمَاءِ سِتُّونَ ذِرَاعًا، وَلَمْ يَزَلِ الْخَلْقُ يَنْقُصُ حَتَّى الْآنَ» . فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ الْأَرْضَ مِنَ الظَّلَمَةِ وَالْخَوَنَةِ وَالْفَجَرَةِ، يُخْرِجُ عَبْدًا مِنْ عِبَادِهِ مِنْ أَهْلِ بَيْتِ نَبِيِّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَيَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا، وَيَقْتُلُ الْمَسِيحُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى،
“Dosa juga mempengaruhi bentuk fisik dan penciptaan manusia. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah menciptakan Adam dengan tinggi enam puluh hasta di langit. Sejak saat itu, tinggi manusia terus berkurang hingga sekarang.”
Ketika Allah menghendaki untuk membersihkan bumi dari orang-orang zalim, pengkhianat, dan fasik, Dia akan mengutus seorang hamba-Nya dari keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman. Kemudian, Nabi Isa ‘alaihis salam akan membunuh orang-orang Yahudi dan Nasrani, sehingga keadilan akan tegak di muka bumi.”
وَيُقِيمُ الدِّينَ الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ بِهِ رَسُولَهُ، وَتُخْرِجَ الْأَرْضُ بَرَكَاتِهَا، وَتَعُودُ كَمَا كَانَتْ، حَتَّى إِنَّ الْعِصَابَةَ مِنَ النَّاسِ لَيَأْكُلُونِ الرُّمَّانَةَ وَيَسْتَظِلُّونَ بِقِحْفِهَا، وَيَكُونُ الْعُنْقُودُ مِنَ الْعِنَبِ وَقْرَ بَعِيرٍ، وَلَبَنُ اللِّقْحَةِ الْوَاحِدَةِ لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنَ النَّاسِ، وَهَذِهِ لِأَنَّ الْأَرْضَ لَمَّا طَهُرَتْ مِنَ الْمَعَاصِي ظَهَرَتْ فِيهَا آثَارُ الْبَرَكَةِ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى الَّتِي مَحَقَتْهَا الذُّنُوبُ وَالْكُفْرُ، وَلَا رَيْبَ أَنَّ الْعُقُوبَاتِ الَّتِي أَنْزَلَهَا اللَّهُ فِي الْأَرْضِ بَقِيَتْ آثَارُهَا سَارِيَةً فِي الْأَرْضِ تَطْلُبُ مَا يُشَاكِلُهَا مِنَ الذُّنُوبِ الَّتِي هِيَ آثَارُ تِلْكَ الْجَرَائِمِ الَّتِي عُذِّبَتْ بِهَا الْأُمَمُ، فَهَذِهِ الْآثَارُ فِي الْأَرْضِ مِنْ آثَارِ تِلْكَ الْعُقُوبَاتِ، كَمَا أَنَّ هَذِهِ الْمَعَاصِي مِنْ آثَارِ تِلْكَ الْجَرَائِمِ، فَتَنَاسَبَتْ كَلِمَةُ اللَّهِ وَحُكْمَهُ الْكَوْنِيُّ أَوَّلًا وَآخِرًا، وَكَانَ الْعَظِيمُ مِنَ الْعُقُوبَةِ لِلْعَظِيمِ مِنَ الْجِنَايَةِ، وَالْأَخَفُّ لِلْأَخَفِّ، وَهَكَذَا يَحْكُمُ سُبْحَانَهُ بَيْنَ خَلْقِهِ فِي دَارِ الْبَرْزَخِ وَدَارِ الْجَزَاءِ.
وَتَأَمَّلْ مُقَارَنَةَ الشَّيْطَانِ وَمَحِلَّهُ وَدَارَهُ، فَإِنَّهُ لَمَّا قَارَنَ الْعَبْدَ وَاسْتَوْلَى عَلَيْهِ نُزِعَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ عُمُرِهِ، وَعَمَلِهِ، وَقَوْلِهِ، وَرِزْقِهِ، وَلَمَّا أَثَّرَتْ طَاعَتُهُ فِي الْأَرْضِ مَا أَثَّرَتْ، وَنُزِعَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ كُلِّ مَحِلٍّ ظَهَرَتْ فِيهِ طَاعَتُهُ، وَكَذَلِكَ مَسَكْنُهُ لَمَّا كَانَ الْجَحِيمَ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ شَيْءٌ مِنَ الرُّوحِ وَالرَّحْمَةِ وَالْبَرَكَةِ.
Ketika agama yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tegak kembali, bumi akan mengeluarkan keberkahannya, dan dunia akan kembali seperti semula. Sampai-sampai sekelompok orang bisa makan dari satu buah delima dan bernaung di bawah kulitnya. Satu tandan anggur akan sebesar beban seekor unta, dan susu dari seekor unta betina akan cukup untuk memberi makan banyak orang.
Semua ini terjadi karena bumi telah disucikan dari dosa dan maksiat, sehingga keberkahan dari Allah kembali tampak, setelah sebelumnya terhapus oleh dosa dan kekufuran. Tidak diragukan lagi bahwa hukuman yang Allah turunkan di bumi meninggalkan jejak yang masih terus berlangsung, menuntut akibat yang serupa dari dosa-dosa yang mirip dengan kejahatan yang menyebabkan umat-umat terdahulu dihancurkan.
Maka, jejak-jejak ini di bumi merupakan bekas dari hukuman-hukuman terdahulu, sebagaimana maksiat-maksiat yang ada sekarang merupakan kelanjutan dari kejahatan sebelumnya. Dengan demikian, hukum Allah dan ketetapan-Nya tetap berlaku dari awal hingga akhir. Hukuman yang besar ditimpakan untuk kejahatan yang besar, sementara yang ringan untuk dosa yang lebih kecil. Demikianlah cara Allah menghakimi makhluk-Nya, baik di alam barzakh maupun di akhirat sebagai tempat pembalasan.
وَتَأَمَّلْ مُقَارَنَةَ الشَّيْطَانِ وَمَحِلَّهُ وَدَارَهُ، فَإِنَّهُ لَمَّا قَارَنَ الْعَبْدَ وَاسْتَوْلَى عَلَيْهِ نُزِعَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ عُمُرِهِ، وَعَمَلِهِ، وَقَوْلِهِ، وَرِزْقِهِ، وَلَمَّا أَثَّرَتْ طَاعَتُهُ فِي الْأَرْضِ مَا أَثَّرَتْ، وَنُزِعَتِ الْبَرَكَةُ مِنْ كُلِّ مَحِلٍّ ظَهَرَتْ فِيهِ طَاعَتُهُ، وَكَذَلِكَ مَسَكْنُهُ لَمَّا كَانَ الْجَحِيمَ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ شَيْءٌ مِنَ الرُّوحِ وَالرَّحْمَةِ وَالْبَرَكَةِ.
Perhatikan bagaimana setan mempengaruhi kehidupan manusia. Ketika seseorang bersekutu dengannya dan dikuasai olehnya, maka keberkahan dalam umurnya, amal perbuatannya, perkataannya, dan rezekinya akan dicabut.
Begitu pula, ketika ketaatan kepada setan semakin meluas di bumi, keberkahan akan dicabut dari setiap tempat yang dipenuhi oleh kemaksiatan kepadanya. Karena itulah tempat tinggal setan adalah neraka Jahim, yang tidak mengandung sedikit pun ketenangan, kasih sayang, atau keberkahan.
26. Padamnya Api Kecemburuan yang Menjaga Hati
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
وَمِنْ عُقُوبَاتِ الذُّنُوبِ: أَنَّهَا تُطْفِئُ مِنَ الْقَلْبِ نَارَ الْغَيْرَةِ الَّتِي هِيَ لِحَيَاتِهِ وَصَلَاحِهِ كَالْحَرَارَةِ الْغَرِيزِيَّةِ لِحَيَاةِ جَمِيعِ الْبَدَنِ، فَالْغَيْرَةُ حَرَارَتُهُ وَنَارُهُ الَّتِي تُخْرِجُ مَا فِيهِ مِنَ الْخُبْثِ وَالصِّفَاتِ الْمَذْمُومَةِ، كَمَا يُخْرِجُ الْكِيرُ خُبْثَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْحَدِيدِ، وَأَشْرَفُ النَّاسِ وَأَعْلَاهُمْ هِمَّةً أَشَدُّهُمْ غَيْرَةً عَلَى نَفْسِهِ وَخَاصَّتِهِ وَعُمُومِ النَّاسِ، وَلِهَذَا كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَغْيَرَ الْخَلْقِ عَلَى الْأُمَّةِ، وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ أَشَدُّ غَيْرَةً مِنْهُ، كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ عَنْهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهُ قَالَ: «أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ؟ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي» .وَفِي الصَّحِيحِ أَيْضًا عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ فِي خُطْبَةِ الْكُسُوفِ: «يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ» .وَفِي الصَّحِيحِ أَيْضًا عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: «لَا أَحَدَ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعُذْرُ مِنَ اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ أَرْسَلَ الرُّسُلَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ، وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْمَدْحُ مِنَ اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ» .
“Salah satu akibat dari perbuatan dosa adalah padamnya api kecemburuan dalam hati, yang sejatinya memiliki peran penting bagi kehidupan dan kebaikan seseorang, sebagaimana panas alami yang diperlukan untuk kelangsungan hidup seluruh tubuh. Kecemburuan itu ibarat api yang membakar dan membersihkan hati dari keburukan serta sifat-sifat tercela, sebagaimana api yang digunakan untuk memurnikan emas, perak, dan besi dari kotorannya.Orang yang paling mulia dan memiliki tekad yang tinggi adalah mereka yang paling besar rasa cemburunya terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dan juga umat secara umum. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling besar rasa cemburunya terhadap umatnya, sementara Allah Ta’ala memiliki kecemburuan yang lebih besar darinya. Dalam hadis sahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Aku lebih cemburu darinya, dan Allah lebih cemburu dariku.”Dalam hadis sahih lainnya, ketika berkhutbah saat gerhana matahari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Wahai umat Muhammad, tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah ketika seorang hamba-Nya berzina atau seorang hamba perempuan-Nya berzina.”Beliau juga bersabda dalam hadits sahih lainnya:“Tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah. Karena itu, Dia mengharamkan segala perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Tidak ada yang lebih menyukai alasan dan permintaan maaf daripada Allah, karena itu Dia mengutus para rasul sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan. Dan tidak ada yang lebih menyukai pujian selain Allah, maka Dia pun memuji diri-Nya sendiri.”
فَجَمَعَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ بَيْنَ الْغَيْرَةِ الَّتِي أَصْلُهَا كَرَاهَةُ الْقَبَائِحِ وَبُغْضُهَا، وَبَيْنَ مَحَبَّةِ الْعُذْرِ الَّذِي يُوجِبُ كَمَالَ الْعَدْلِ وَالرَّحْمَةِ وَالْإِحْسَانِ، وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ – مَعَ شِدَّةِ غَيْرَتِهِ – يُحِبُّ أَنْ يَعْتَذِرَ إِلَيْهِ عَبْدُهُ، وَيَقْبَلُ عُذْرَ مَنِ اعْتَذَرَ إِلَيْهِ، وَأَنَّهُ لَا يُؤَاخِذُ عَبِيدَهُ بِارْتِكَابِ مَا يَغَارُ مِنَ ارْتِكَابِهِ حَتَّى يَعْذُرَ إِلَيْهِمْ، وَلِأَجْلِ ذَلِكَ أَرْسَلَ رُسُلَهُ وَأَنْزَلَ كُتُبَهُ إِعْذَارًا وَإِنْذَارًا، وَهَذَا غَايَةُ الْمَجْدِ وَالْإِحْسَانِ، وَنِهَايَةُ الْكَمَالِ.فَإِنَّ كَثِيرًا مِمَّنْ تَشْتَدُّ غَيْرَتُهُ مِنَ الْمَخْلُوقِينَ تَحْمِلُهُ شِدَّةُ الْغَيْرَةِ عَلَى سُرْعَةِ الْإِيقَاعِ وَالْعُقُوبَةِ مِنْ غَيْرِ إِعْذَارٍ مِنْهُ، وَمِنْ غَيْرِ قَبُولٍ لِعُذْرِ مَنِ اعْتَذَرَ إِلَيْهِ، بَلْ يَكُونُ لَهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ عُذْرٌ وَلَا تَدَعُهُ شِدَّةُ الْغَيْرَةِ أَنْ يَقْبَلَ عُذْرَهُ، وَكَثِيرٌ مِمَّنْ يَقْبَلُ الْمَعَاذِيرَ يَحْمِلُهُ عَلَى قَبُولِهَا قِلَّةُ الْغَيْرَةِ حَتَّى يَتَوَسَّعَ فِي طُرُقِ الْمَعَاذِيرِ، وَيَرَى عُذْرًا مَا لَيْسَ بِعُذْرٍ، حَتَّى يَعْتَذِرَ كَثِيرٌ مِنْهُمْ بِالْقَدَرِ، وَكُلٌّ مِنْهُمَا غَيْرُ مَمْدُوحٍ عَلَى الْإِطْلَاقِ.وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهُ قَالَ: «إِنَّ مِنَ الْغَيْرَةِ مَا يُحِبُّهَا اللَّهُ، وَمِنْهَا مَا يَبْغَضُهَا اللَّهُ، فَالَّتِي يَبْغَضُهَا اللَّهُ الْغَيْرَةُ مِنْ غَيْرِ رِيبَةٍ» وَذَكَرَ الْحَدِيثِ.وَإِنَّمَا الْمَمْدُوحُ اقْتِرَانُ الْغَيْرَةِ بِالْعُذْرِ، فَيَغَارُ فِي مَحِلِّ الْغَيْرَةِ، وَيَعْذُرُ فِي مَوْضِعِ الْعُذْرِ، وَمَنْ كَانَ هَكَذَا فَهُوَ الْمَمْدُوحُ حَقًّا.وَلَمَّا جَمَعَ سُبْحَانَهُ صِفَاتِ الْكَمَالِ كُلَّهَا كَانَ أَحَقَّ بِالْمَدْحِ مِنْ كُلِّ أَحَدٍ، وَلَا يَبْلُغُ أَحَدٌ أَنْ يَمْدَحَهُ كَمَا يَنْبَغِي لَهُ، بَلْ هُوَ كَمَا مَدَحَ نَفْسَهُ وَأَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ، فَالْغَيُورُ قَدْ وَافَقَ رَبَّهُ سُبْحَانَهُ فِي صِفَةٍ مِنْ صِفَاتِهِ، وَمَنْ وَافَقَ اللَّهَ فِي صِفَةٍ مِنْ صِفَاتِهِ قَادَتْهُ تِلْكَ الصِّفَةُ إِلَيْهِ بِزِمَامِهِ، وَأَدْخَلَتْهُ عَلَى رَبِّهِ، وَأَدْنَتْهُ مِنْهُ، وَقَرَّبَتْهُ مِنْ رَحْمَتِهِ، وَصَيَّرَتْهُ مَحْبُوبًا، فَإِنَّهُ سُبْحَانَهُ رَحِيمٌ يُحِبُّ الرُّحَمَاءَ، كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكُرَمَاءَ، عَلِيمٌ يُحِبُّ الْعُلَمَاءَ، قَوِيٌّ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْقَوِيَّ، وَهُوَ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، حَتَّى يُحِبَّ أَهْلَ الْحَيَاءِ، جَمِيلٌ يُحِبُّ أَهْلَ الْجَمَالِ، وَتْرٌ يُحِبُّ أَهْلَ الْوَتْرِ.وَلَوْ لَمْ يَكُنْ فِي الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي إِلَّا أَنَّهَا تُوجِبُ لِصَاحِبِهَا ضِدَّ هَذِهِ الصِّفَاتِ وَتَمْنَعُهُ مِنَ الِاتِّصَافِ بِهَا لَكَفَى بِهَا عُقُوبَةً، فَإِنَّ الْخَطْرَةَ تَنْقَلِبُ وَسْوَسَةً، وَالْوَسْوَسَةُ تَصِيرُ إِرَادَةً، وَالْإِرَادَةُ تَقْوَى فَتَصِيرُ عَزِيمَةً، ثُمَّ تَصِيرُ فِعْلًا، ثُمَّ تَصِيرُ صِفَةً لَازِمَةً وَهَيْئَةً ثَابِتَةً رَاسِخَةً، وَحِينَئِذٍ يَتَعَذَّرُ الْخُرُوجُ مِنْهُمَا كَمَا يَتَعَذَّرُ الْخُرُوجُ مِنْ صِفَاتِهِ الْقَائِمَةِ بِهِ.وَالْمَقْصُودُ أَنَّهُ كُلَّمَا اشْتَدَّتْ مُلَابَسَتُهُ لِلذُّنُوبِ أَخْرَجَتْ مِنْ قَلْبِهِ الْغَيْرَةَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَعُمُومِ النَّاسِ، وَقَدْ تَضْعُفُ فِي الْقَلْبِ جِدًّا حَتَّى لَا يَسْتَقْبِحَ بَعْدَ ذَلِكَ الْقَبِيحَ لَا مِنْ نَفْسِهِ وَلَا مِنْ غَيْرِهِ، وَإِذَا وَصَلَ إِلَى هَذَا الْحَدِّ فَقَدْ دَخَلَ فِي بَابِ الْهَلَاكِ.
“Dalam hadis ini, Rasulullah ﷺ menggabungkan antara ghirah (rasa cemburu yang lahir dari kebencian terhadap keburukan dan kemaksiatan) dengan cinta terhadap permohonan maaf, yang merupakan bagian dari kesempurnaan keadilan, kasih sayang, dan kebaikan. Allah Ta’ala, meskipun memiliki rasa cemburu yang sangat kuat, tetap mencintai hamba-Nya yang datang memohon ampunan dan menerima alasan mereka yang meminta maaf kepada-Nya. Dia tidak serta-merta menghukum hamba-Nya atas perbuatan yang Dia murkai tanpa memberikan mereka kesempatan untuk bertaubat. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya sebagai bentuk peringatan dan pengingat bagi manusia. Ini adalah puncak keagungan, kasih sayang, dan kesempurnaan Ilahi.Di antara manusia, banyak yang memiliki rasa ghirah yang sangat kuat, tetapi sering kali hal itu membuat mereka cepat bertindak keras dan menjatuhkan hukuman tanpa memberikan kesempatan bagi orang lain untuk menjelaskan atau meminta maaf. Terkadang, seseorang sebenarnya memiliki alasan yang bisa diterima, tetapi karena kuatnya kecemburuan, orang lain tidak mau menerimanya.Sebaliknya, ada juga orang yang mudah menerima berbagai alasan dan permintaan maaf, tetapi hal ini sering kali terjadi karena kurangnya ghirah dalam dirinya. Akibatnya, mereka menjadi terlalu permisif terhadap kesalahan dan bahkan membenarkan sesuatu yang seharusnya tidak bisa dibenarkan. Bahkan, ada yang sampai menggunakan dalih takdir sebagai alasan untuk membenarkan perbuatan buruk mereka. Kedua sikap ini—terlalu keras tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan atau terlalu lunak hingga membiarkan keburukan—bukanlah sikap yang terpuji secara mutlak.Dalam hadits sahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Sesungguhnya ada rasa cemburu yang dicintai Allah, dan ada pula yang dibenci-Nya. Yang dibenci Allah adalah kecemburuan tanpa alasan yang jelas.”Sikap yang benar adalah menyeimbangkan antara ghirah dengan sikap memberi maaf. Seorang yang terpuji adalah yang cemburu dalam situasi yang memang layak untuk cemburu dan memaafkan di saat yang memang pantas untuk memaafkan. Barang siapa yang mampu menggabungkan keduanya, dialah yang benar-benar memiliki karakter mulia.Karena Allah Ta’ala memiliki semua sifat kesempurnaan, maka Dia-lah yang paling layak untuk dipuji. Tidak ada satu makhluk pun yang mampu memuji-Nya sebagaimana mestinya, melainkan Dia-lah yang telah memuji dan menyanjung diri-Nya sendiri. Orang yang memiliki ghirah sejati telah meneladani satu sifat dari sifat-sifat Allah. Barang siapa yang meneladani sifat-sifat Allah dalam batas yang diperbolehkan bagi manusia, maka sifat itu akan menuntunnya menuju Allah, mendekatkannya kepada-Nya, serta membawanya lebih dekat kepada rahmat-Nya.Allah Ta’ala Maha Pengasih dan mencintai orang-orang yang penuh kasih sayang. Dia Maha Pemurah dan mencintai orang-orang yang dermawan. Dia Maha Mengetahui dan mencintai orang-orang berilmu. Dia Maha Kuat dan mencintai mukmin yang kuat, bahkan Dia lebih mencintai mukmin yang kuat daripada mukmin yang lemah. Dia juga mencintai orang-orang yang memiliki rasa malu, yang menyukai keindahan, serta yang menegakkan kebenaran.Seandainya tidak ada akibat lain dari dosa selain membuat pelakunya kehilangan sifat-sifat mulia ini dan menghalanginya untuk meraihnya, maka itu sudah cukup menjadi hukuman berat bagi pelaku dosa.Dosa bermula dari sebuah lintasan pikiran yang kemudian berubah menjadi bisikan. Bisikan itu lalu berkembang menjadi keinginan, yang jika dibiarkan akan semakin kuat hingga menjadi tekad bulat. Setelah itu, tekad tersebut berubah menjadi perbuatan nyata. Jika perbuatan itu terus dilakukan, lama-kelamaan ia akan menjadi kebiasaan dan sifat yang melekat dalam diri seseorang, hingga akhirnya sulit untuk melepaskan diri darinya—sebagaimana sulitnya seseorang mengubah sifat bawaan yang telah mengakar dalam dirinya.Oleh karena itu, semakin seseorang larut dalam dosa, semakin lemahlah ghirah dalam hatinya. Akibatnya, ia kehilangan kepedulian terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya. Rasa jijik terhadap keburukan pun semakin menipis hingga akhirnya ia tidak lagi menganggap sesuatu yang buruk sebagai keburukan, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain. Jika seseorang sudah sampai pada tahap ini, maka ia telah berada di ambang kehancuran.
”وَكَثِيرٌ مِنْ هَؤُلَاءِ لَا يَقْتَصِرُ عَلَى عَدَمِ الِاسْتِقْبَاحِ، بَلْ يُحَسِّنُ الْفَوَاحِشَ وَالظُّلْمَ لِغَيْرِهِ، وَيُزَيِّنُهُ لَهُ، وَيَدْعُوهُ إِلَيْهِ، وَيَحُثُّهُ عَلَيْهِ، وَيَسْعَى لَهُ فِي تَحْصِيلِهِ، وَلِهَذَا كَانَ الدَّيُّوثُ أَخْبَثَ خَلْقِ اللَّهِ، وَالْجَنَّةُ حَرَامٌ عَلَيْهِ، وَكَذَلِكَ مُحَلِّلُ الظُّلْمِ وَالْبَغْيِ لِغَيْرِهِ وَمُزَيِّنُهُ لَهُ، فَانْظُرْ مَا الَّذِي حَمَلَتْ عَلَيْهِ قِلَّةُ الْغَيْرَةِ.وَهَذَا يَدُلُّكَ عَلَى أَنَّ أَصْلَ الدِّينِ الْغَيْرَةُ، وَمَنْ لَا غَيْرَةَ لَهُ لَا دِينَ لَهُ، فَالْغَيْرَةُ تَحْمِي الْقَلْبَ فَتَحْمِي لَهُ الْجَوَارِحَ، فَتَدْفَعُ السُّوءَ وَالْفَوَاحِشَ، وَعَدَمُ الْغَيْرَةِ تُمِيتُ الْقَلْبَ، فَتَمُوتُ لَهُ الْجَوَارِحُ؛ فَلَا يَبْقَى عِنْدَهَا دَفْعٌ الْبَتَّةَ.وَمَثَلُ الْغَيْرَةِ فِي الْقَلْبِ مَثَلُ الْقُوَّةِ الَّتِي تَدْفَعُ الْمَرَضَ وَتُقَاوِمُهُ، فَإِذَا ذَهَبَتِ الْقُوَّةُ وَجَدَ الدَّاءُ الْمَحِلَّ قَابِلًا، وَلَمْ يَجِدْ دَافِعًا، فَتَمَكَّنَ، فَكَانَ الْهَلَاكُ، وَمِثْلُهَا مِثْلُ صَيَاصِيِّ الْجَامُوسِ الَّتِي تَدْفَعُ بِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ، فَإِذَا تَكَسَّرَتْ طَمِعَ فِيهَا عَدُوُّهُ.
“Banyak dari orang-orang yang kehilangan ghirah (rasa cemburu terhadap kehormatan dan kebaikan) tidak hanya berhenti pada sikap tidak membenci keburukan, tetapi bahkan mulai menganggap perbuatan keji dan kezaliman sebagai sesuatu yang baik. Mereka menghiasinya dengan kata-kata yang indah, mengajak orang lain untuk melakukannya, mendorong mereka, serta berusaha menciptakan kesempatan agar perbuatan tersebut dapat dilakukan.Inilah sebabnya mengapa dayyuts—yaitu seseorang yang tidak memiliki kecemburuan terhadap kehormatan keluarganya—disebut sebagai makhluk yang paling buruk di sisi Allah. Surga diharamkan baginya. Hal yang sama berlaku bagi orang yang membolehkan kezaliman dan ketidakadilan terhadap orang lain, yang menghiasi keburukan agar tampak baik, serta mendorong orang lain untuk berbuat kezaliman. Semua ini berakar dari hilangnya ghirah dalam diri seseorang.Dari sini, kita dapat memahami bahwa inti dari agama adalah ghirah. Barang siapa yang tidak memiliki ghirah, maka ia tidak memiliki agama yang sejati. Ghirah berperan sebagai pelindung hati, dan ketika hati terlindungi, maka anggota tubuh juga akan terjaga dari keburukan dan perbuatan keji. Sebaliknya, jika seseorang kehilangan ghirah, maka hatinya akan mati. Jika hati telah mati, maka seluruh anggota tubuh tidak lagi memiliki daya untuk menolak keburukan sama sekali.Ghirah dalam hati dapat diibaratkan sebagai kekuatan dalam tubuh yang mampu melawan penyakit. Jika kekuatan ini hilang, maka penyakit akan dengan mudah masuk dan menguasai tubuh, hingga akhirnya menyebabkan kehancuran. Ghirah juga bisa disamakan dengan tanduk kerbau yang digunakannya untuk melindungi diri dan anak-anaknya. Jika tanduk itu patah, maka musuh akan mudah menyerangnya dan membuatnya tak berdaya.Begitulah pentingnya ghirah dalam menjaga hati, agama, dan kehormatan seseorang. Jika ia hilang, maka kehancuran adalah sesuatu yang tak terhindarkan.”Catatan:Cemburu yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah sekadar kecemburuan dalam hubungan romantis, melainkan ghirah (الغيرة), yaitu rasa cemburu yang lahir dari kehormatan, harga diri, dan penjagaan terhadap kebaikan serta kemurnian hati.Dalam Islam, ghirah adalah sifat terpuji yang mendorong seseorang untuk menjaga dirinya, keluarganya, dan masyarakat dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan syariat. Ia berfungsi sebagai “api” yang membakar segala bentuk keburukan, baik dalam diri maupun lingkungan. Jika api ini padam akibat dosa, maka seseorang akan kehilangan kepeduliannya terhadap kemungkaran dan keburukan, sehingga kebejatan moral dapat merajalela.Inilah sebabnya mengapa dalam hadis yang disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa tidak ada yang lebih memiliki ghirah dibandingkan Allah Ta’ala, sehingga Dia mengharamkan segala bentuk perbuatan keji dan dosa.Baca juga: Tipe Suami yang Tidak Punya Rasa CemburuMasih bersambung Insya-Allah …
Ditulis pada Rabu pagi, 13 Syakban 1446 H, 12 Februari 2025 di Darush Sholihin
Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com Tagsal jawabul kaafi dampak dosa dampak maksiat dosa besar dosa dan kehidupan dosa kecil faedah dari Ibnul Qayyim maksiat nasihat ibnul qayyim nasihat ulama racun maksiat tazkiyatun nafs. (Tamat)
Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat
-----------------NB----------------
Saudaraku...!
Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :
Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.
Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.
Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit & kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.
ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم
آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين
وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ
🙏🙏
Penulis : Ahmad Anshori, Lc.
Artikel : Muslim.or.id
#NgajiBareng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar