Menu

Senin, 12 Agustus 2024

STOP!! GHIBAH

BERTAUBAT DARI DOSA GHIBAH?

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Saudaraku....!

Hari ini  Selasa 8 Shafar 1446 H /13 Agustus 2024

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Saudaraku...!

Tulisan ini hanya sekedar berbagi atau sharing dan tidak bermaksud Menggurui, bukan berarti yang menulis lebih baik dari yang menerima atau membaca. Namun demikian saya mengajak pada diri saya pribadi dan Saudara-saudaraku Seiman, untuk sama-sama belajar dalam Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Mohon ridho dan ikhlasnya, bila dalam penulisannya ada yang terlupakan tolong ditambahkan dan bila ada yang salah tolong dibetulkan.

Saudaraku...!

Ghibah adalah perilaku membicarakan kejelekan atau aib orang lain. Perlu disadari, bahwa perbuatan ghibah merupakan dosa yang berkaitan dengan hak Allah.

Membicarakan, mendengarkan atau menonton Aib seseorang sama halnya dengan mempermalukannya. Segala bentuk perbuatan berkesan buruk tentang seseorang dan membiarkan orang lain juga beranggapan demikian maka termasuk dalam kategori ghibah.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang". (QS. Al-Hujurat:12)

Oleh karena itu, bagi Pelaku Ghibah dituntut untuk bertaubat serta bertekad agar tidak mengulanginya kembali. Sehingga untuk menggugurkan dosa ini, ada syarat lain yang harus dipenuhi agar taubatnya diterima dengan sempurna.

Perselisihan Pendapat Ulama Perihal Kafarah Ghibah

Dikutip dari berbagai sumber, terdapat beberapa syarat tambahan untuk menyempurnakan taubat dari dosa ghibah. Pendapat pertama mengatakan seorang yang menghibahi saudaranya tebusannya cukup dengan memohonkan ampunan untuk orang yang dighibahi. Mereka berdalil dengan hadits berikut :

كفارة الغيبة أن تستغفر لمن اغتبته

Artinya : “Tebusan ghibah adalah engkau memintakan ampun untuk orang yang engkau ghibah.”

Hikmah dari permohonan ampun untuk orang yang dighibah ini adalah, sebagai bentuk tebusan untuk menutup kezaliman yang telah ia lakukan kepada orang yang dighibah. Jadi tidak perlu mengabarkan ghibahnya untuk meminta kehalalan kepada orang yang dighibahnya.

Pendapat ini dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, murid beliau Ibnul Qayyim, Ibnu Muflih, As-Safarini dan yang lainnya. Bahkan Ibnu Muflih menukilkan dari Ibnu Taimiyyah bahwa pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Mereka menguatkan pendapat ini dengan tiga alasan :

1. Mengabarkan ghibah kepada orang yang dighibah akan menimbulkan dampak negatif (mafsadah) yang tak dapat dipungkiri, yaitu akan menambah sakit perasaannya. Karena celaan yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dicela lebih menyakitkan ketimbang celaan yang dilakukan dengan sepengetahuan orang yang dicela. Dia mengira orang yang selama ini dekat dengannya dan berada di sekelilingnya, ternyata dia telah merobek-robek kehormatannya di balik selimut.

2. Mengabarkan ghibah kepada orang yang dighibah akan menimbulkan permusuhan. Karena jiwa manusia sering kali tidak bisa bersikap obyektif dan adil dalam menyikapi hal seperti ini.

3. Mengabarkan ghibah kepada orang yang dighibah akan memupuskan rasa kasih sayang diantara keduanya. Yang terjadi justru semakin menjauhkan hubungan silaturahim.Tak diragukan lagi, dampak kerusakan yang timbul dari mengabarkan ghibah ini, lebih buruk daripada pengaruh negatif perbuatan ghibah itu sendiri. Ini menyelisi tujuan syari’at (maqasid asy-syari’ah) yang bertujuan untuk menyatukan hati, memupuk rasa saling menyayangi dan persahabatan. Padahal diantara prinsip yang berlaku dalam syari’at Islam adalah :

تعطيل المفاسد وتقليلها لا على تحصيلها وتكميلها

Artinya : “Mencegah kerusakan atau keburukan secara merata, atau memperkecil dampaknya. Bukan menimbulkan kerusakan atau menyempurnakan kerusakan”

Pendapat Selanjutnya

Imam Qurtubi, Imam Nawawi dan ulama-ulama lainnya yang sependapat dengan mereka. Mereka berdalil dengan hadits dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, yang mana beliau mengatakan, ”Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda yang artinya :

“Siapa yang pernah mendzalimi Saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kefzaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi Dinar dan Dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukuran kedzaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudian dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449)

Dari hadist ini mereka menyimpulkan, ghibah adalah dosa yang berkaitan dengan hak manusia. Maka dosa tersebut tidak bisa gugur kecuali dengan meminta kehalalan dari orang yang telah ia dzalimi.

Mereka menganalogikan (meng-qiyas-kan) masalah ini dengan permasalahan hak harta benda. Dimana bila seorang merusak harta benda milik orang lain atau mengambil tanpa hak, maka bentuk taubatnya adalah dengan menggantinya atau mengembalikannya kepada pemilik sebelumnya.

Mengenai hadist yang dijadikan argumen pendapat pertama :

“Tebusan ghibah adalah engkau memintakan ampun untuk orang yang engkau ghibah.”

Mereka menilai bahwa, hadist ini maudhu‘ (palsu), dan matan-nya (pesan yang disampaikan dalam hadist) tidak benar. Karena dosa ghibah itu berkaitan dengan hak anak Adam. Sehingga untuk menggugurkan dosanya harus meminta kehalalan kepada orang didzalimi.

Pendapat Yang Rajih (Kuat)

Setelah pemaparan dua pendapat ulama di atas beserta argumen yang mereka utarakan, maka pendapat yang nampaknya lebih Rajih-wal’ilmu ‘indallah menurut keterbatasan ilmu kami adalah pendapat kedua; yang menyatakan wajibnya meminta kehalalan kepada orang yang dighibah.

Terlebih bila orang yang dighibah dikenal pemaaf dan berlapang dada. Terkadang orang yang mengghibahi tidak bermaksud menghinakan, namun hanya saja dia tergelincir ketika berbicara atau mengobrol. Intinya, yang perlu dipahami bersama bahwa ini adalah konsekuensi asal dari tebusan ghibah, yaitu meminta kehalalan kepada orang yang dighibah.

Adapun bila orang yang dighibah dikenal tidak pemaaf dan menurut prasangka kuatnya dia tidak akan memaafkan. Bahkan akan menambah kebencian dan permusuhan. Atau bila dia mengabarkan secara global perihal ghibah yang dia lakukan, yang bersangkutan akan meminta penjelasan secara rinci; yang mana bila ia tahu hal tersebut akan membuatnya semakin benci dan marah, maka dalam kondisi ini cukup dengan mendo'akan kebaikan untuknya. Serta menyebutkan kebaikan-kebaikannya di hadapan orang-orang. Dan beristighfar kepada Allah atas dosa ghibah yang telah ia lakukan.

Wallahu'alam Bishshowab
Barakallah ..... semoga bermanfaat

-----------------NB----------------

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah... Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.

Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa  Ghani.., Yaa Fattah... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.

Yaa Allah... panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. 

Yaa Allah... sehat afiatkan kami dalam kenikmatan Istiqomah dan umur yang bermanfaat. Angkatlah stiap penyakit diri kami dengan kesembuhan yang cepat... dgn tidak meninggalkan rasa sakit &  kesedihan, Sungguh hanya Engkaulah yang maha menyembuhkan.

Yaa Allah... Yaa Robbana...! Ijabahkanlah Do'a-do'a kami, Tiada daya dan upaya kecuali dengan Pertolongan-MU, karena hanya kepada-MU lah tempat Kami bergantung dan tempat Kami memohon Pertolongan.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏

Sumber : Aplikasi kumpulan tausiah Islam
Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar