Menu

Rabu, 20 April 2022

JEJAK INDAH SANG PEMIMPIN
( Bag 2)


اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Saudaraku...!

Hari ini Kamis, 19 Ramadhan 1443 H / 21 April 2022. Waktu Sholat Subuh untuk daerah Jakarta dan sekitarnya Jam 04.38 untuk daerah Serang dan sekitarnya Jam 04.40.

Dikeheningan malam ini, mari kita ungkapkan rasa syukur kita atas segala nikmat yang Allah berikan dengan bersimpuh dan bersujud.

Sambil menunggu waktu subuh, kalau masih ada waktu, mari kita manfaatkan untuk memperbanyak dzikir dan sholawat sampai datang waktu sholat subuh.

Setelah sholat subuh, kita awali aktivitas kita dengan Tadarus Al Qur'an,

Saudaraku...!

Sejarah menorehkan kisah Umar yang mengharamkan daging, samin dan susu untuk perutnya, khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang. Ia, si pemberani itu hanya menyantap minyak zaitun dengan sedikit roti. Akibatnya, perutnya terasa panas dan kepada pembantunya ia berkata "Kurangilah panas minyak itu dengan api". Minyak pun dimasak, namun perutnya kian bertambah panas dan berbunyi nyaring. Jika sudah demikian, ditabuh perutnya dengan jemari seraya berkata, "Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, hingga rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar". 

Tahun abu pun berlalu. Daerah kekuasaan Islam bertambah luas, pendapatan negara semakin besar. Masyarakat semakin makmur. Apakah umar berhenti berpatroli? Masih dengan jubah kumal, umar didampingi pembantunya berkeliling merambahi rumah-rumah berpelita. Kehidupan keluarga umar, masih saja pas-pasan. Padahal para gubernur di beberapa daerah hidup dalam kemewahan. Para sahabat, mulai berkasak-kusuk, mereka mengusulkan untuk memberi tunjangan dan kenaikan gaji yang besar untuk Umar. Namun, para sahabat tidak berani menyampaikan usul ini langsung kepada umar. Lewat Hafsah putri Umar, yang juga janda Rasulullah, usul ini disampaikan. Sebelumnya mereka berpesan supaya tidak disebut nama-nama mereka yang mengusulkan. 

"Siapa mereka yang mempunyai pikiran beracun itu, akan ku datangi mereka satu persatu dan menamparnya dengan tanganku ini," berangnya kepada Hafsah. Selanjutnya tatapannya meredup, dipandanginya putri kesayangan itu, "Anakku, makanan apa yang menjadi santapan suamimu, Rasulullah!" Hafsah terdiam, pandangannya terpekur di lantai tanah. Ingatan hidup indah bersama sang purnama Madinah, tergambar. Terbata Hafsah menjawab, "Roti tawar yang keras, ayah. Roti yang harus terlebih dahulu dicelup ke dalam air, agar mudah ditelan". 

"Hafsah, pakaian apa yang paling mewah dari suamimu," seraknya masih dengan nada kecewa. Hafsah semakin menunduk, pelupuk mata sudah tergenang. Terbayanglah tegap manusia sempurna, yang selalu berlaku baik kepada para istrinya. "Selembar jubah kemerahan, ayah, karena warnanya memudar. Itulah yang dibangga-banggakan untuk menerima tamu kehormatan". Pada saat menjawab, kerongkongan Hafsah tersekat, menahan kesedihan. 

"Apakah, Rasulullah membaringkan tubuh diatas tilam yang empuk?" pertanyaan ini langsung dipotong Hafsah "Tidaak!" pekiknya. "Beliau berbantal pelepah keras kurma, beralaskan selimut tua. Jika musim panas datang, selimut itu dilipatnya menjadi empat, supaya lebih nyaman ditiduri. Lalu kala musim dingin menjelang, dilipatnya menjadi dua, satu untuk alas dan bagian lainnya untuk penutup. Sebagian tubuh beliau selalu berada diatas tanah". Saat itu meledaklah tangis Hafsah. 

Mendengar jawaban itu, Umar pun berkata, "Anakku! Aku, Abu Bakar dan Rasulullah adalah tiga Musafir yang menuju cita-cita yang sama. Mengapakah jalan yang harus kutempuh berbeda? Musafir Pertama dan Kedua telah tiba dengan jalan yang seperti ini." Selanjutnya Umar pun menambahkan "Rasulullah pernah berkata : "Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang berpergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak dibawah pohon, kemudian berangkat meninggalkannya". 

Pada saat kematian menjelang lewat tikaman pisau Abu Lu'Lu'a, budak Mughira bin Syu'bah, ringan ia bertutur, "Alhamdulillah, bahwa aku tidak dibunuh oleh seorang muslim". Mata yang jarang terlelap karena mengutamakan rakyatnya itu menutup untuk selama-lamanya. Umar pun syahid, dalam usia 60 tahun. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiiun. 

Madinah berduka, sebuah syair menghantarkan kepergiannya : 

Allah membalas kebaikan kepada Imam 
Memberi berkah ke kulit bumi yang terkoyak
Kau raih kemilau sejarah gemilang
Kau tinggalkan retak-retak belum selesai 
Siapa terbang di sayap burung unta 
Akan terkejar apa yang sudah berlalu sebelumnya?
Setelah pembunuhan di Madinah 
Dunia pun gelap 
Pohon-pohon tersentak bergetar,
Dan tidak kuharapkan
Kematiannya dikuku singa 
Bermata biru, kepala merunduk
(Muzarrad bin Dzirar)

Sungguh saya merindukan sosok pemimpin yang meneladani Umar dalam mengayomi rakyatnya. 

Wallahu A'lam Bishshawab

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Semoga Allah Ta'ala melimpahkan anugetah, berkah, rahmat, taufik, hidayah, bimbingan dan lindunganNya pada kita semua serta mengijabah setiap doa-doa Kita

Yaa Allah...

Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a

Doa Hari Ke Sembilanbelas Puasa Ramadhan :

Allahumma waffir hadzdzi min barakatihi wa sahhil sabili Ila khayratihi wala tahrimnî qabula hasanatihi ya hadiyan ilal haqqil mubin

Artinya : "Yaa Allah, jadikanlah aku di bulan ini lebih bisa menikmati berkat-berkat-Mu dan mudahkanlah jalan-ku untuk mendapat kebaikan-kebaikannya. Jangan Engkau haramkan aku untuk menerima kebaikan-kebaikannya. Wahai Pemberi Petunjuk kepada jalan yang terang.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏

Sumber : eramuslim
Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar