Menu

Senin, 24 April 2023

TAUHID SOSIAL


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Saudaraku....!

Hari ini  Selasa, 5 Syawal 1444 H /25 April 2023.

Setelah Sholat Subuh sambil menunggu waktu pagi untuk beraktivitas, mari Kita NGOPI (Ngobrol Perkara Iman), Ungkapkan rasa Syukur Kita atas segala Nikmat yang Allah berikan, dengan memanfaatkan untuk memperbanyak Dzikir dan Sholawat sambil menikmati Santapan Rohani.

Saudaraku....!

Bagi sebagian orang, istilah Tauhid Sosial mungkin dirasakan aneh atau terkesan mengada-ada. Tapi, bagi Sayyid Quthub dan Hasan Hanafi, keduanya pemikir Mesir kontemporer, Tauhid Sosial dalam arti kepercayaan agama yang ada dalam hati harus berpengaruh secara moral dan secara sosial dalam kehidupan nyata serta pemihakan agama terhadap perbaikan-perbaikan masyarakat. Tauhid Sosial justru diadvokasi sebagai agenda utama yang harus dilakukan oleh setiap pergerakan Islam kontemporer. 

Menurut Sayyid Quthub, ajaran syahadat yang di dalamnya terkandung doktrin tauhid (tiada Tuhan selain Allah), bukan pengakuan yang bersifat verbal, tetapi merupakan komitmen yang berdampak sosial. Dikatakan demikian karena orang yang bersyahadat itu berkewajiban mengajak orang lain mengikuti sistem Islam. 

Bahkan, ia juga berkeharusan mengokohkan sistem Islam itu sebagai sistem hidup bagi umat manusia secara keseluruhan. Kewajiban ini disebutnya sebagai ''Amanat Dakwah'' yang tidak seorang pun dari kaum Muslim terlepas darinya sebagai konsekuensi logis dari keimanannya kepada Allah SWT. 

Dalam buku yang pernah menghebohkan, Ma'alim Fi Al-Thariq, Sayyid Quthub menegaskan bahwa doktrin keimanan (akidah) harus dibangun secara bersama-sama dengan perkembangan masyarakat. Dikatakan bahwa akidah harus melahirkan masyarakat (jamaah), dan masyarakat yang dibangun haruslah merupakan perwujudan dari akidah itu. 

Jadi, pengembangan akidah tauhid harus sejalan dan berbanding lurus dengan pengembangan masyarakat Islam. Inilah salah satu makna dari wacana Tauhid Sosial. 

Hasan Hanafi melangkah lebih jauh lagi. Dalam buku Al-Din Wa Al-Tsawrah (Agama dan Revolusi), ditegaskan bahwa agama pada dasarnya dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia sejagat. Diakui bahwa agama bertolak dari Tuhan dan berujung kepada Tuhan (Tauhid), tetapi kemaslahatan dari prinsip ini bukan untuk Tuhan, karena Tuhan Maha Kaya (Ghaniy 'an al'alamin), melainkan untuk kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan. Dalam perspektif ini, bertauhid berarti kita memberikan komitmen untuk menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial dan kerahmatan bagi seluruh alam. 

Syahadat, menurut Hasan Hanafi, berarti melihat, mengamati, dan peduli terhadap persoalan-persoalan umat. Bersyahadat berarti membuat komitmen untuk selalu menegakkan kepentingan umat, membela hak-hak orang miskin, dan berusaha membebaskan kaum lemah (Mustadh'afin) dari penindasan orang-orang kuat. Ini karena tauhid memandang manusia sederajat, sehingga tidak dibenarkan sekelompok orang memperbudak sekelompok yang lain. 

Di sini, tauhid bermakna pembebasan dan pemuliaan terhadap manusia. Jadi, di balik doktrin tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa, justru terkandung Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. 

Menurut Hasan Hanafi, makna Tauhid Sosial sudah terkandung dalam firman Allah,  (QS Al-Baqarah : 143).

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Aerinya : ''Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.'' (QS Al-Baqarah : 143).

Wallahu 'Alam Bishshowab

Saudaraku...!

Mari Kita tengadahkan tangan kita, memohon ampunan dan ridho Allah SWT. :

Yaa Allah...

Kami Mengetuk Pintu LangitMu, dalam Kekhusyu'an do'a... Mengawali pagi ini dengan penuh harapan... Dengan sepenuh hati kami panjatkan harapan dan do'a.

Yaa Allah...

Yaa Allah... Yaa Kaafii... Yaa  Ghani .. Yaa Fattah ... Yaa Razzaq... Jadikanlah hari ini Pembuka Pintu Rezki dan Keberkahan, Pintu Kebaikan dan Nikmat. Pintu kesabaran dan Kekuatan, Pintu Kesehatan dan Keselamatan, dan Pintu Syurga Bagiku, Keluargaku dan Saudara-Saudaraku semuanya.

Yaa Allah... Yaa Robbana...! Ijabahkanlah Do'a-do'a kami, Tiada daya dan upaya kecuali dengan Pertolongan-MU, karena hanya kepada-MU lah tempat Kami bergantung dan tempat Kami memohon Pertolongan.

ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إنك أنت السميع العليم و تب علينا إنك أنت التواب الرحيم

آمين آمين آمين يا الله يا رب العالمين

وَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهْ

🙏🙏

Penulis : Abah Luki & Ndik
#NgajiBareng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar